Selasa 26 Jul 2016 07:46 WIB

Walhi: SP3 Belasan Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan tak Beralasan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Achmad Syalaby
Logo Walhi
Logo Walhi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Riau menyayangkan keluarnya surat penghentian penyelidikan (SP3) oleh Kapolda Riau terhadap 15 perusahaan terduga pembakar hutan dan lahan di provinsi tersebut. Kapolda Riau Brigjen Dolly Bambang Hermawan mengeluarkan SP3 pada Januari 2016, namun baru terungkap pada Juli 2016.

Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan menilai, tidak ada alasan Kapolda Riau menghentikan penyelidikan terhadap 15 perusahaan terduga penyebab kebakaran hutan dan lahan di Riau."Kalau kita bicara //multidoor// (berbagai aspek) yang digunakan kapolda jaman dulu, bisa masuk perusahaannya," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (21/7).

Riko menjelaskan, penyelidikan berbagai aspek misalnya dapat menyorot kelalaian perusahaan, kenapa bisa ada perambah, kenapa tidak ada tapal batas dan sebagainya."(Multi door) salah satu tool (cara) yang dipakai penyidik untuk menetapkan tersangka dan menemukan  barang bukti baru," ujar dia.

Menurut Rio, penyidik juga bisa menyentuh berbagai regulasi yang berlaku untuk menjerat 15 perusahaan terduga itu. "Artinya dijerat pasal-pasal berlapis, nah Kapolda Riau (Condro Kirono) jagonya di sana yang kemarin," jelasnya.

Dia pun mengaku heran dengan keluarnya SP3 terhadap 15 perusahaan terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan.  Dia menyebut, SP3 bertolak belakang dengan mandat Codro Kirono terhadap Kapolda Riau yang baru. Keputusan tersebut pun, kata Rio, juga bertolak belakang dengan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuntaskan karhutla yang sudah berkangsung selama 18 tahun.

"Makanya kapolda yang menetapkan SP3 kok bisa. Padahal dia mandatnya dari Pak Condro Kirono pas menggantikan dia. Dia (Dolly) mengeluarkan SP3 ini kan diam-diam," tutur Riko. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement