REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengaku sangat menyayangkan fenomena siswa titipan pejabat yang masih terjadi sampai saat ini. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI, Retno Listyarti, tindakan ini membuat anak menjadi belajar menghalalkan segala cara.
“Ini preseden buruk dalam pendidikan. Anak-anak jadi belajar menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuannya. Ini jelas merusak etika dan moral,” ujar Retno melalui pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Selasa (26/7).
Retno menerangkan, fenomena ‘titip-titipan’ maupun ‘surat-surat sakti’ seharusnya tidak lagi terjadi di era yang sudah terbuka saat in. Keterbukaan ini sudah terbukti dengan adanya penggunaan sistem online dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dengan adanya kasus ini, Retno menilai, ini menunjukkan masih kuatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam sistem PPDB. Janji-janji akan dibuat gedung baru seharusnya tidak perlu dipercaya oleh sekolah.
Sebab, proses pengajuan APBD sulit dan lama. Selain itu, hal tersebit bukan ditentukan orang tertentu meski pejabat sekalipun. Posko pengaduan PPDB FSGI di Bekasi juga sempat menerima laporan orang tua siswa yang berasal dari Sukabumi.
Laporan ini menyebutkan adanya dugaan praktik surat sakti pejabat. Selain itu, kemungkinan adanya uang pelicin yang bisa berdampak siswa yang mendapat UN tinggi sehingga belum tentu diterima di sekolah negeri.
Sebelumnya, sejumlah Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara terpaksa mengisi satu ruang kelas dengan 50 siswa karena jumlah siswa melebihi kuota ruang kelas. Hal ini karena banyaknya siswa titipan pejabat di Nunukan yang membuat sekolah menambah kelas lagi agar semua siswa tertampung.