REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dinilai tak hentinya memperjuangkan rancangan undang-undang (RUU) Pertembakauan. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, rancangan beleid itu akan mendorong dengan cepat tingkat kemiskinan masyarakat.
"Sebab tujuan utama RUU Pertembakauan adalah meningkatkan produksi rokok nasional, tanpa batas. Sedangkan di sisi lain, kelompok masyarakat yang paling tinggi mengonsumsi rokok di Indonesia adalah rumah tangga miskin," kata Tulus Abadi, Rabu (27/7).
Hal itu, lanjut dia, didukung data Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyebutkan pendapatan rumah tangga miskin di Indonesia didedikasikan nomor dua untuk konsumsi rokok (12,4 persen) dari pendapatannya per bulan. Adapun nomor pertama adalah untuk konsumsi makanan pokok, beras.
"Target pemerintah dalam memenuhi SDGs (capaian-capaian pembangunan berkelanjutan) akan gagal total jika RUU Pertembakauan disahkan menjadi UU."
Dia menilai, RUU Pertembakauan juga akan berakibat pola pembiayaan BPJS jebol. Sebab, jumlah masyarakat yang sakit terus meningkat lantaran konsumsi rokok terus digenjot. Misalnya, stroke, jantung koroner, dan bahkan diabetes.
Tulus menegaskan, masuknya RUU Pertembakauan adalah agenda terselubung demi kepentingan asing. Korporasi rokok ingin mengukuhkan Indonesia sebagai negara terakhir yang dijadikan target pemasarannya.
Diketahui, pertumbuhan perokok di Indonesia tercepat dan tertinggi di dunia, yakni 14 persen per tahun. Kini 188 negara di dunia telah meregulasi dan membatasi konsumsi rokok melalui aksesi FCTC. Hanya Indonesia yang sangat melonggarkan konsumsi, penjualan dan promosi rokok.
YLKI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi potensi kejahatan di balik pembuatan RUU tersebut yang terkesan direspons Baleg DPR begitu cepat. "Mengingat begitu cepatnya pembahasan dan rencana pengesahan RUU Pertembakauan, patut diduga dengan kuat RUU Pertembakauan adalah produk RUU yang transaksional, koruptif dan kolutif," tukas dia.