Rabu 27 Jul 2016 17:58 WIB

DPRD Kota Bekasi Keberatan dengan Sumbangan Dana Pendidikan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ani Nursalikah
 Orang tua siswa, pelajar dan aktivis peduli pendidikan berunjuk rasa menentang biaya pendidikan yang mahal.  (Dok. Republika)
Orang tua siswa, pelajar dan aktivis peduli pendidikan berunjuk rasa menentang biaya pendidikan yang mahal. (Dok. Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Memasuki tahun ajaran baru 2016/2017, orang tua siswa di sekolah-sekolah menengah negeri di Kota Bekasi, Jawa Barat, dibebani Sumbangan Dana Pendidikan (SDP) dan Sumbangan Awal Tahun (SAT). Besaran dana yang dibebankan berkisar antara Rp 2,5 juta sampai dengan Rp 1 juta.

Pemungutan sumbangan ini berdasar surat edaran Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi tentang Sumbangan Awal Tahun (SAT) dan Sumbangan Dana Pendidikan (SDP) untuk sekolah-sekolah menengah negeri pada tahun ajaran 2016/2017. Besaran sumbangan yang dibebankan sudah ditentukan oleh pemerintah kota.

Menurut surat edaran tersebut, nominal dana bervariasi disesuaikan dengan tipe sekolah. Untuk sekolah model, seperti SMA N 1 Bekasi dan SMA N 5 Bekasi, besaran SDP awal tahun sebesar Rp 2,250 ribu. Untuk sekolah model tipe kejuruan seperti SMK N 1 Bekasi, besaran dana memcapai Rp 2,5 juta.

Sekolah model pada tingkat menengah pertama dibebani SDP awal tahun sebesar Rp 1 juta rupiah. Untuk sekolah tipe SKM atau SSN, seperti SMA N 2 dan SMA N 4, besaran SDP awal tahun sebesar Rp 2 juta rupiah. Terakhir, dana sumbangan untuk sekolah standar reguler sebesar Rp 2 juta. Sejumlah orang tua siswa sontak keberatan dengan adanya sumbangan tersebut.

Menanggapi masalah itu, anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi, Ronny Hermawan, menyatakan, satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan daerah aturannya tidak diperkenankan menarik pungutan. Sekolah hanya boleh menarik sumbangan yang sifatnya sukarela dan tidak mengikat. "Ya kalau namanya sumbangan itu sifatnya sukarela, tidak mengikat dan memaksa. Masa dicantumkan nominalnya di surat resmi keputusan wali kota," kata Ronny Hermawan, kepada Republika.co.id, Rabu (27/7).

Ronny meminta penarikan SDP harus dipertanggungjawabkan oleh akuntan publik karena sudah menyangkut dana publik yang dihimpun.

Anggota Komisi D DPRD Kota Bekasi ini juga tidak sepakat dengan surat edaran tersebut lantaran dinilai bertentangan dengan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No 48 tahun 2008, dan Permendikbud No 44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan pendidikan. "Kalau dicantumkan seperti tertera di kepwal tersebut, maka ada kesan memaksa atau wajib. Tentu tidak dibenarkan," imbuh Ronny.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement