REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji coba sistem ganjil-genap di sejumlah jalan utama Jakarta yang mulai dilakukan Rabu (27/7) ini menuai berbagai respons. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan, uji coba tersebut semestinya bisa menjadi ajang sosialisasi kepada seluruh pengguna jalan di Ibu Kota, sehingga mereka bisa segera beradaptasi dengan sistem baru itu.
"Sosialisasi (sistem ganjil-genap) itu jangan sekadar diartikan sebagai publikasi program kebijakan oleh Pemda DKI, tapi harus ada proses edukasi yang benar-benar sampai menyentuh masyarakat agar mereka benar-benar siap dengan sistem tersebut," ujar Presidium MTI, Ipoeng Poernomo, kepada Republika.co.id, Rabu (27/7).
Ia menuturkan, Pemprov DKI Jakarta harus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai sistem ganjil-genap. Sehingga mereka tidak merasa apatis dengan kebijakan itu. Menurut dia, proses sosialisasi mesti diprioritaskan kepada masyarakat yang jarang melewati kawasan-kawasan yang terkena aturan tersebut.
"Jangan sampai nanti para pengguna jalan malah seperti masuk 'jebakan batman', karena ketidaktahuan mereka tentang kebijakan itu," ucap Ipoeng.
Ia berpendapat, Pemprov DKI Jakarta juga harus menjelaskan secara rinci kepada publik apa sebenarnya tujuan dari pemberlakuan sistem ganjil-genap. Jika tujuannya untuk mengurangi kemacetan atau kepadatan di jalan raya, Ipoeng menilai hal itu mustahil diwujudkan. Alasannya, karena kepemilikan dan penggunaan mobil di Ibu Kota cenderung menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu.
Sementara, kata dia, jika tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi travel time atau waktu tempuh dalam perjalanan, hal itu mungkin akan berlaku pada kawasan tertentu saja. Seperti pada ruas-ruas jalan protokol, misalnya, para pengguna jalan mungkin bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan mereka, karena arus lalu lintas di kawasan itu relatif berkurang.
"Namun 'jebakan batmannya' justru ada di jalan-jalan nonprotokol. Ini karena sistem ganjil-genap bakal mengubah pola perjalanan warga, dari jalan protokol ke nonprotokol," tuturnya.
Kendaraan yang menumpuk di jalan-jalan nonprotokol, Ipoeng mengatakan dapat menyebabkan kemacetan luar biasa. Akibatnya, buntut kemacetan di jalan nonprotokol tersebut pada akhirnya akan berimbas juga ke jalan protokol. Kondisi semacam itu, menurut analisisnya, terutama akan terjadi pada jam-jam sibuk."Ujung-ujungnya semua jalan akan jadi macet juga," katanya.