REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mencopot Rizal Ramli dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menduga, keputusan presiden tersebut memiliki kaitan erat dengan kisruh soal proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"(Pencopotan Rizal Ramli) itu menunjukkan ada suatu kehendak dari pemerintah saat ini untuk tetap meneruskan proyek reklamasi," kata Ketua Bidang Hukum DPP KNTI, Marthin Hadiwinata kepada Republika.co.id, Rabu (27/7).
Marthin menilai, Rizal selama menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya sudah melakukan langkah yang tepat dalam menangani kasus reklamasi Teluk Jakarta. Hal itu dapat dilihat dengan pembentukan tim komite gabungan untuk melakukan pengkajian terhadap proyek kontroversial tersebut.
"Sangat disayangkan Pak Rizal diganti pada saat perkembangan penghentian proyek reklamasi sudah sampai pada titik pengambilan keputusan akhir," kata Marthin.
Presiden Jokowi kembali melakukan perombakan terhadap susunan Kabinet Kerja, Rabu (27/7). Salah satu menteri yang didepak Jokowi dari kabinetnya tersebut adalah Rizal Ramli.
Saat masih menjabat Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal mengumumkan rekomendasi tentang pembatalan reklamasi Pulau G. Menurut dia, pembatalan itu merupakan keputusan yang dibuat komite gabungan yang dibentuk untuk menuntaskan masalah reklamasi Teluk Jakarta.
Rizal mengatakan, reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta harus dibatalkan lantaran proyek itu dinilai membahayakan berbagai kepentingan. Berdasarkan analisis komite gabungan, reklamasi pulau itu berdampak buruk terhadap lingkungan hidup, lalu lintas laut, dan proyek vital.
Namun, Ahok justru tetap bersikeras untuk melanjutkan proyek reklamasi Pulau G yang dikerjakan oleh PT Muara Wisesa Samudra (anak perusahaan Agung Podomoro Group). Ia berdalih, yang bisa membatalkan proyek tersebut hanyalah presiden.