REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Politikus Partai Gerindra, Dwita Ria Gunadi mengingatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mengkaji kebijakan rasio rombongan belajar dan guru yang berdampak buruk di lapangan.
"Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud perlu melakukan pengkajian terhadap kebijakan rasio rombongan belajar dan guru agar dapat dilaksanakan di lapangan," ujar Dwita dalam pernyataan tertulis diterima di Bandarlampung, Kamis (28/7).
Anggota Komisi X DPR RI asal Lampung ini mengatakan permintaan tersebut secara formal telah disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) dan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (27/7).
Dwita Ria berkata, kebijakan itu mengakibatkan ratusan guru tidak mendapatkan tunjangan profesi yang menjadi haknya, dan banyak sekolah yang tidak bisa melaksanakan aktivitasnya lagi. "Kebijakan mengenai rasio rombongan belajar dan guru itu, untuk TK yaitu 1:20, SMP 1:20, SMA 1:20, dan SMK 1:15 cenderung tidak dapat dilaksanakan di daerah, sehingga mengakibatkan ratusan guru tidak mendapatkan tunjangan profesi, dan banyak sekolah yang gulung tikar," ujar anggota DPR-RI dari Daerah Pemilihan Lampung II itu pula.
Selanjutnya pihaknya menyoroti pula masalah penurunan anggaran pendidikan, menurut Dwita, Kemendikbud diminta memprioritaskan program pendidikan dan kebudayaan. "Perlu fokus dalam mengerjakan program pendidikan kita. Peningkatan kompetensi dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, peningkatan akses dan kualitas pendidikan melalui peningkatan sarana dan prasarana serta penyempurnaan kurikulum dan sistem penilaian pendidikan," ujarnya pula.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 untuk pendidikan sebesar Rp 49,2 triliun, mengalami penurunan pada APBN Perubahan TA 2016 menjadi sebesar Rp 43,6 triliun. Alokasi yang terbesar dari anggaran itu adalah untuk Program Pendidikan Dasar dan Menengah yang semula Rp 27,5 triliun turun menjadi Rp 24,2 triliun, serta Program Guru dan Tenaga Kependidikan dari semula Rp 12,6 triliun turun menjadi Rp 11,6 triliun.