REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK diminta mengawasi dan menyelidiki proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan di DPR.
"Patut diduga RUU Pertembakauan adalah produk RUU yang transaksional, koruptif dan kolutif karena pembahasan dan rencana pengesahannya begitu cepat," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi melalui pesan singkat diterima di Jakarta, Kamis (28/7).
Menurut Tulus, RUU Pertembakauan adalah agenda terselubung dari kepentingan asing yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara terakhir yang akan menjadi sasaran pemasaran rokok. Indonesia menjadi sasaran karena jumlah penduduk dan jumlah perokok yang sangat besar dan dengan pertumbuhan perokok tercepat dan tertinggi di dunia yaitu 14 persen per tahun.
RUU Pertembakauan juga merupakan alat yang paling efektif untuk memudahkan akses dan konsumsi rokok di Indonesia. "Saat ini, 188 negara di dunia telah mengatur dan membatasi konsumsi, penjualan, promosi dan iklan rokok dengan sangat ketat. Hanya Indonesia yang sangat melonggarkan konsumsi, penjualan dan promosi rokok," tuturnya.
Karena itu, Tulus juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan karena bertentangan dengan Nawa Cita. Bila RUU Pertembakauan disahkan menjadi undang-undang, Tulus mengatakan program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) akan gagal total. "Dari sisi filosofi dan isinya, RUU Pertembakauan adalah RUU yang membahayakan ketahanan nasional baik dari sisi ekonomi, sosial maupun politik," katanya.