REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar mengakui tulisan yang menjadi viral soal pengakuan terekskusi mati Freddy Budiman adalah benar tulisannya.
Ia mengaku membuat tulisan tersebut berdasarkan pengakuan yang ia terima saat berkesempatan mengunjungi Freddy Budiman pada tahun 2014 silam di Lapas Nusakambangan. Namun memang, ia baru menuliskan pengalaman tersebut pada Senin (25/7), pada saat rencana ekskusi jilid III akan segera dilaksanakan.
"Soal tulisan, saya bikin dan saya susun baru pada Senin awal minggu ini. Tapi saya susun berdasarkan informasi yang saya dapati pas tahun 2014," ujar Haris di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat pada Jumat (29/7).
Ia menuturkan pertimbangannya mengeluarkan cerita pengakuan Freddy pada saat ini sesuai dengan momentum eksekusi mati Freddy Budiman. Karena didalam pengakuan tersebut banyak hal yang perlu dibongkar terkait keterlibatan aparat penegak hukum dalam peredaran Narkoba.
"Karena kalau diluar momentum ini, nggak ada yang memperhatikan juga, ini adalah informasi penting untuk membongkar fasilitas yang diberi negara untuk bandar Narkoba, dimana saat ini negara sedang memerangi Narkoba," katanya.
Menurutnya ia juga memilih tidak mengungkapkannya sesaat setelah pertemuan dengan Freddy lantaran kondisi politik pada 2014 yang tengah berlangsung Pemilihan Presiden. Menurutnya, jika informasi tersebut dikeluarkan saat itu juga, tidak akan berdampak pada pembenahan yang dimaksud tersebut.
"Kita juga nggak mau gegabah, kita liat dulu institusi-institusi yang punya kekuatan politik, kekuatan dan besar kalau kita salah omong, kami tidak mau hanya melapor dan direspon sebagai orang gila karena melapor soal ini," jelasnya.
Namun memang, ia mengakui apa yang ia tulis dalam pengakuan Freddy tersebut hanya berdasarkan penuturan langsung Freddy kepadanya, tanpa disertai tulisan resmi Freddy maupun rekaman pembicaraan. Ia beralasan, prosedur yang ada di Lapas Nusakambangan mengharuskan dia tidak membawa peralatan apapun.
"Kalau ditanya apa ada bukti rekaman atau apa? Perlu saya jelaskan, untuk masuk ke Lapas tidak boleh membawa kamera, alat pencatat, handphone atau apapun. Jadi saya katakan, enggak ada video atau rekaman, karena alat pencatat, itu tidak diperbolehkan," ujarnya.
Meski tak memiliki bukti rekaman, namun Haris mengatakan pengakuan tersebut memang benar merupakan Freddy kepada dirinya dan sejumlah pihak yang mendampinginya waktu itu. Diantaranya Kalapas Nusakambangan pada saat itu, dan petugas pelayanan rohani yang bersamanya saat itu.
Namun terkait pembuktian dari pengakuan Freddy tersebut, Haris mengaku hal itu bukanlah kewenangan. Ia mengatakan dalam hal ini dirinya sebagai pihak penginformasi pengakuan tersebut.
"Soal saya dibebankan pembuktian, mohon maaf, saya bukan pejabat negara yang disuport fasiltas negara untuk membuktikan, tapi saya mau membantu, ada petunjuk lain-lain yang ditulis. Menggambarkan tempat, yang semua tempat menunjuk pada informasi-informasi tambahan," ujarnya.
Diketahui, pasca telah diekskusinya, beredar tulisan pengakuan dari Haris Azhar terkait Freddy Budiman. Dalam tulisan tersebut, diceritakan pengakuan sepak terjang Freddy Budiman selama menjadi bandar peredaran narkoba.
Namun yang menarik dalam cerita tersebut, Freddy memberikan pengakuan bahwa selama menyelundupkan narkoba ke Indonesia, ia sudah menyetorkan uang sebesar Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat di Mabes Polri untuk memuluskan narkoba di Indonesia.
Selain itu, pengakuan Freddy oknum petugas dari BNN juga meminta agar pihak Lapas Nusakambangan mencopot kamera pengawas CCTV untuk mempermudah Freddy mengendalikan bisnis peredaran narkoba dari Lapas.