REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik yang mendera Tanjung Balai, Sumatra Utara dalam insiden perusakan rumah ibadah menjadi menuai keprihatinan. Wakil Komisi III, Nasir Djamil menyebut aksi pembakaran sejumlah rumah ibadah yang dilakukan oleh sekelompok massa tersebut, harus menjadi catatan serius pimpinan daerah.
"Konflik yang terjadi seperti api dalam sekam, begitu terbakar langsung panik seperi pemadam kebakaran," kata Nasir kepada Republika, Ahad (31/7).
Menurutnya, insiden yang terjadi tak lebih karena lemahnya deteksi dini, fungsi intelijen, dan kurangnya antisipasi pemimpin daerah dalam melihat gesekan antaretnis di lingkungan masyarakat. Menurutnya, konflik seperti ini jangan dibiarkan, bahkan sangat terbuka untuk terjadi di wilayah-wilayah lainnya.
"Kemendagri harus evaluasi pemimpin daerah, begitu juga Kapolri mengevaluasi jajarannya di daerah," tegas Nasir. Menurutnya, Insiden ini bisa saja terhindarkan, kalau para pemimpin daerah memahami Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial. Pemimpin daerah, diminta untuk lebih hadir menjadi pemecah masalah di masyarakat, bukan hanya sekadar pelaksana proyek-proyek daerah.
"Jangan dianggap remeh. Ini akan memuncak. Mesti jadi pelajaran juga untuk pemimpin Jakarta, untuk lebih santun dalam bertutur dan bersikap," tegas Nasir.
Sebelumnya, terjadi kerusuhan berbau sara di Kota Tanjung Balai yang diduga karena adanya keberatan dari seorang etnis Tionghoa atas volume azan yang dikumandangkan di salah satu masjid. Tanpa diduga, informasi itu cepat menyebar dan berujung pada kerusuhan yang berbau sara. Perisitiwa itu menyebabkan sembilan rumah ibadah milik umat Buddha rusak.