REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengakuan terpidana mati Freddy Budiman pada koordinator Haris Azhar sudah semestinya ditelusuri oleh pihak Polri dan juga badan Narkotika Nasional (BNN). Kelambatan sikap pihak Istana dinilai amat disayangkan sehingga kebenarannya tidak bisa dikonfirmasi langsung kepada Freddy.
"Kelambanan Istana diduga karena komunikasi yang terhambat atau bisa juga karena istana tidak menganggap relevan untuk merespons," kata Ketua Setara Institute Hendardi, Ahad (31/7) malam.
Namun, kata dia, betapa pun hanya berdasarkan pada pengakuan Haris, Presiden Joko Widodo harusnya memberi perhatian lebih pada pengakuan itu. "Karena hal tersebut menyangkut kemungkinan-kemungkinan praktik kotor institusi negara dalam bisnis narkoba dan hukuman mati yang kerap ditengarai publik," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa waktu lalu beredar tulisan Haris Azhar di media sosial. Tulisan tersebut dibuat berdasarkan pertemuan Haris dengan terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba Freddy budiman pada 2014 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Dalam pertemuan itu, Freddy menceritakan banyak hal, di antaranya soal aparat penegak hukum yang bermain di 'banyak kaki', pemberian uang miliaran rupiah ke dua institusi pemerintah, hingga penggunaan mobil milik aparat untuk mengangkut narkoba sehingga perjalanannya aman tanpa gangguan.