Senin 01 Aug 2016 13:57 WIB

Kesaksian Kontras Belum Meyakinkan dan Berbahaya

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah kerabat mengangkat jenazah terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman ke liang lahat di Tempat Pemakaman Umum Mbah Ratu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Sejumlah kerabat mengangkat jenazah terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman ke liang lahat di Tempat Pemakaman Umum Mbah Ratu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Juru bicara LSM Kontras, Haris Azhar mengklaim telah menerima pengakuan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman terkait dugaan aliran dana ke oknum BNN dan TNI. Namun, menurut pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih, kesaksian Kontras masih sangat mentah.

Mantan anggota Pansel KPK itu menilai, kesaksian Haris cenderung berbahaya bila tidak segera diperkuat dengan bukti-bukti pendukung, terutama rekaman suara atau tulisan Freddy Budiman.

Dia menegaskan, hukum acara pidana tidak membenarkan bahwa kepolisian memulai penyidikan berdasarkan laporan yang belum jelas kesahihannya.

“Kan tidak bisa, penegakan hukum hanya berjalan atas dasar apa yang sudah disampaikan seseorang, sedangkan seseorang itu sudah meninggal dan hanya disampaikan dengan tulisan orang lain lagi,” ucap Yenti Garnasih saat dihubungi, Senin (1/8).

Sekalipun Haris menyimpan rekaman suara atau tulisan tangan yang dimaksud, itu pun masih lemah. Sebab, lanjut dia, Freddy Budiman berstatus narapidana alias bukan warga yang bebas. Ada banyak kemungkinan rekaman suara atau sebuah tulisan tangan tak asli.

Karena itu, Yenti memandang, Kontras semestinya melakukan klarifikasi secara konstruktif. Bila tidak, kepolisian rentan mendapatkan sinisme publik lantaran dituduh melindungi sesamanya.

“Yang paling berbahaya adalah, jangan sampai gara-gara sesuatu yang belum tentu kepastiannya, menimbulkan image buruk untuk polisi, menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada polisi. Padahal, masyarakat butuh polisi,” kata Yenti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement