Selasa 02 Aug 2016 08:25 WIB

Menjaga Kelestarian Wayang Kulit Kerbau Solo

Rep: Adrian Saputra/ Red: Achmad Syalaby
Karakter wayang (ilustrasi).
Foto: seasite.niu.edu
Karakter wayang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Penuh kehati-hatian, Widodo (37 tahun) mewarnai Basudewa, salah satu tokoh dalam dunia pewayangan Jawa. Ini merupakan tahap ketiga dari serangkaian pembuatan wayang kulit sekaligus menjadi tahapan yang tersulit. Sebab dibutuhkan fokus dan kepandaian dalam mengombinasikan warna. 

Hanya dibutuhkan lima warna dasar untuk mewarnai Basudewa dan wayang lainnya. Yakni putih, merah, biru, kuning dan hitam. Jika pandai mengoplos warna, maka akan menghasilkan warna yang lebih beragam. 

"Triknya disini, bagaimana mengoplos warna untuk membuat karakternya, wayang jadi lebih menarik," ucap Widodo saat Republika.co.id menemuinya disela-sela kesibuka hariannya membuat wayang kulit khas Solo di Balai Agung Kraton Surakarta, Senin (1/8) siang. 

Pembuatan satu wayang membutuhkan waktu hingga lima hari. Sebagai pengrajin wayang kulit asli Solo, Widodo tahu betul keunikan yang menjadi ciri khas Wayang Kulit Solo. Hal yang membuat berbeda dari wayang kulit hasil pengrajin di berbagai daerah di Pulau Jawa. Yang menjadi keistimewaan Wayang Kulit Solo menurutnya terletak pada bahan dasar, bentuk, dan pewarnaan.

Berbeda dengan pengrajin wayang kulit yang menggunkan kulit sapi sebagai bahan dasar pembuatan wayang, pengrajin Balai Agung seperti Widodo  justru menggunakan kulit kerbau. Widodo mengungkapkan, kulit kerbau  memiliki kualitas lebih baik dari kulit sapi sehingga  wayang tidak terlalu lentur saat dimainkan. 

Dari segi ukuran, wayang Kulit Solo dapat dengan mudah dibedakan bahkan dengan Wayang Kulit Yogyakarta. Wayang Kulit Solo, kata dia mempunyai bentuk cenderung lebih tinggi dengan tubuh yang lebih ramping. Sementara Wayang kulit dari daerah lainnya cenderung berbentuk kecil dan besar. Yang paling mencolok yakni dari pewarnaan. Wayang kulit Solo, mempunyai warna lebih variatif pada pakaian atau sarung yang digunakan tiap tokoh pewayangan.

"Warna tubuh kan kita sudah punya pakemnya, main variasinya di sarung, meski tokohnya sama sarungnya bisa berbeda-beda variasinya," terangnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement