Selasa 02 Aug 2016 13:26 WIB

Dirjen PAS Dalami Kabar Pencopotan CCTV Ruang Tahanan Freddy Budiman

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Ibu dari terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman, Nursiah (kiri) berdoa di depan pusara di Tempat Pemakaman Umum Mbah Ratu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Ibu dari terpidana mati kasus penyalahgunaan narkoba berkewarganegaraan Indonesia, Freddy Budiman, Nursiah (kiri) berdoa di depan pusara di Tempat Pemakaman Umum Mbah Ratu, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusi, I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan pihaknya saat ini tengah mendalami informasi adanya petugas yang dimintai mencopot kamera pengawas di Lapas Nusakambangan beberapa tahun silam.

Hal ini menyusul adanya pengakuan Freddy Budiman kepada aktivis KontraS Harry Azhar yang terungkap usai pelaksanaan eksekusi mati Freddy. "Karena tim juga sedang berjalan, saya tidak bisa kasih kesimpulan tapi sedang kita tindaklanjuti," ujar Dusak di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa (2/8).

Ia mengatakan, awal pendalaman informasi dilakukan melalui pengakuan Kepala Lapas Nusakambangan saat itu yakni Liberty Sitinjak. Menurut Dusak, saat dikonfirmasi Sitinjak tidak menampik adanya permintaan untuk mencopot kamera pengawas dari oknum petugas yang mengaku dari Badan Narkotika Nasional.

Namun kata Sitinjak kepada dirinya, permintaan itu disampaikan bukan kepada dirinya langsung, memainkan pegawai Lapas Nusakambangan. "Kalau secara lisan, dia bilang nggak ketemu langsung sama orang yang katanya dari BNN itu, 'Tapi pernah ada Pak, tapi saya nggak ada di tempat', nah BNN siapa kah ini? Nah ini belum tau, kan bisa saja ada yang ngaku-ngaku BNN. Nah perlu ada pendalaman," katanya.

Menurutnya, pendalaman pihaknya dilakukan berkaitan dengan petugas Lapas yang diminta untuk melakukan pencopotan kamera tersebut. Sementara, mengenai siapa oknum petugas yang disebut diluar institusinya bukanlah kewenangannya. Namun ia menambahkan, pihaknya siap membantu institusi lain jika bahan pendalaman tersebut sewaktu-waktu diminta pihak lain.

"Bahan ini juga bisa kita berikan ke kepolisian atau BNN, tugas kita kan membantu. Kita nggak punya kewajiban untuk menyerahkan, tapi jika suatu saat dibutuhkan, saya siap serahkan data itu," ungkapnya.

Meski begitu, Dusak kembali menegaskan pihaknya tidak pernah memenuhi permintaan pihak lain untuk mencopot CCTV. Karena katanya, pihaknya justru saat ini tengah mengupayakan semua Lapas berbasis teknologi dalam pengawasan dan pengamanannya. Jadi kata Dusak, mustahil bagi dirinya mengikuti permintaan pihak lain yang justru mengendorkan pengamanan di Lapas.

"Kita memang mau semua berbasis IT, kalau bisa semua tuh Lapas dipasang CCTV, minimal itu," ujarnya.

Diketahui, pasca telah diekskusinya empat terpidana mati yakni Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus dan Humprey Ejike pada Jumat (29/7) dini hari, beredar tulisan pengakuan dari Haris Azhar terkait Freddy Budiman. Dalam tulisan tersebut, diceritakan pengakuan sepak terjang Freddy Budiman selama menjadi bandar peredaran narkoba.

Namun yang menarik dalam cerita tersebut, Freddy memberikan pengakuan bahwa selama menyelundupkan narkoba ke Indonesia, ia dibantu sejumlah penegak hukum. Namun, itu tak gratis lantaran ia sudah menyetorkan uang sebesar Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat di Mabes Polri untuk memuluskan narkoba di Indonesia.

Selain itu, pengakuan Freddy oknum petugas dari BNN juga meminta agar pihak Lapas Nusakambangan mencopot kamera pengawas CCTV untuk mempermudah Freddy mengendalikan bisnis peredaran narkoba dari Lapas.

Fauziah Mursid

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement