REPUBLIKA.CO.ID, KARO -- Kapolres Karo AKBP Pangasian Sitio mengaku sebagai pihak paling bertanggungjawab dalam insiden penembakan saat kericuhan di Mapolres Karo, Jumat (29/7) lalu. Pangasian mengklaim sebagai orang yang memberikan perintah kepada personel Polres Karo untuk melepaskan tembakan dengan peluru tajam saat itu.
"Perintah menembak itu langsung dari saya. Anggota juga sebelumnya sudah kami kasih arahan," katanya, Selasa (2/8).
Pangasian mengklaim penggunaan peluru tajam dalam kejadian tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Pihaknya pun, kata Pangasian, telah memberikan peringatan melalui pengeras suara agar warga tidak anarkis. Tak ketinggalan, tembakan peringatan juga dilepaskan berkali-kali sebelumnya. Namun, tetap saja, semua itu tidak diindahkan oleh massa.
"Jadi tidak langsung peluru tajam. Kami terlebih dulu menggunakan peluru hampa dan peluru karet. Saya yakin, kami tidak menyalahi ketentuan," ujarnya Pangasian lagi.
Menurut Pangasian, keputusan untuk menggunakan peluru tajam itu diambil demi melindungi polisi dan markas mereka dari serangan secara terus menerus yang dilakukan warga. Kekuatan polisi yang pada saat itu hanya 75 orang, masih terlalu kurang dibanding jumlah warga yang menyerang, yakni sekitar 200 orang.
Selain itu, menurut Pangasian, dalam kericuhan itu, warga telah menyiapkan batu, bom molotov serta benda-benda tajam. Mereka pun diketahui berniat membakar Polres. Pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab juga diduga telah memprovokasi warga untuk membunuh polisi saat menyerang Mapolres Karo kala itu.
"Dari 15 personel kami yang sebelumnya diserang di pos polisi desa Lingga, kami dapat informasi bahwa sudah ada teriakan warga untuk bunuh polisi dan bakar polisi," jelasnya.
Ia pun belum bisa memastikan mengenai penyebab tewasnya seorang warga dalam kericuhan itu. Beredar kabar, pria bernama Abdi Purba (31) tersebut meninggal akibat terkena tembakan dari personel Polres Karo.
Pangasian mengaku tidak yakin jika warga tersebut tewas akibat ditembus timah panas. Menurutnya, saat itu, ada sekitar 20 personel yang menggunakan senjata api, termasuk dirinya.
"Kalau kami menembak warga dengan peluru tajam, tentunya yang tewas bukan satu. Ini masih diselidiki penyebab kematiannya. Tapi informasi yang beredar, tewasnya akibat benda tumpul," ujar Pangasian.
Pangasian mengatakan, anggotanya juga ikut menjadi korban saat kericuhan terjadi. Bukan hanya warga, anggota Polres Karo pun diklaim juga ada yang terluka. "Anggota kami juga ada lima orang yang terkena lemparan batu. Tapi memang tidak ada yang terkena luka akibat senjata tajam," ucapnya.
Terkait kericuhan hingga tewasnya seorang warga di depan Mapolresta Karo ini, Pangasian menyebut, sekitar 30 anggotanya telah diperiksa tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Polda Sumut.
"Mereka sudah datang untuk melakukan pemeriksaan. Kita sudah kasih keterangan dan kita transparan," ujar Pangasian.
Kericuhan antara warga Desa Lingga dan polisi terjadi di depan Mapolresta Karo setelah petugas mengamankan sejumlah warga yang diduga provokator dan terlibat dalam pembakaran pos polisi serta dua alat berat milik pengembang relokasi pengungsi korban erupsi Sinabung di Desa Lingga, Karo. Ratusan warga emosi setelah permintaan untuk melepaskan teman mereka tidak dikabulkan polisi.
Dengan menggunakan batu dan senjata tajam, massa melakukan penyerangan. Warga pun membubarkan diri setelah petugas meletusan tembakan dan gas air mata. Usai kericuhan itu, seorang warga ditemukan telah meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan dan ditemukan selongsong peluru di sana.