REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Mochamad Basoeki Hadimoeljono menyatakan infrastruktur Indonesia masih konsisten berada di urutan bawah dunia. Meski telah mengalami perkembangan, tetapi hal ini dirasa belum signifikan.
Menurutnya infrastruktur berfungsi sebagai roda kegiatan ekonomi. Usaha dan kerja keras yang telah dilakukan bangsa Indonesia beberapa tahun belakangan dirasa masih belum terbayarkan.
"Meski ada perkembangan terkait kualitas infrastruktur, kami [pemerintah Indonesia] mengakui bahwa ini masih jauh dari kata ideal," ujarnya saat mejadi keynote speaker dalam The 2nd International Seminar on Science and Technology (ISST) 2016 di Grha Sepuluh Nopember ITS, Selasa (2/8).
Berdasarkan data dari Forum Ekonomi Dunia (FED) di Global Competitiveness Report 2015-2016, prestasi infrastuktur di Indonesia secara keseluruhan hanya bernilai 3,8 dari 7,0. Indonesia tercatat masih menempati urutan 37 dari 140 negara di dunia yang disurvei.
Secara rinci, Indonesia meraih ranking ke-80 pada infrastruktur jalan, urutan 43 pada infrastruktur kereta api, urutan 82 pada infrastruktur pelabuhan, dan urutan 66 pada infrastruktur transportasi udara.
Peringkat yang diperoleh Indonesia tersebut sebagian besar tidak berubah dari tahun sebelumnya. Menurut Basoeki, hal itu dipicu oleh tidak memadainya sistem logistik dan infrastruktur di Indonesia.
Perbedaan efisiensi sistem pengiriman barang di wilayah Barat dan Timur Indonesia masih terlihat sangat signifikan. Faktor kedua, masih banyak kapal-kapal tua yang beroperasi. Sehingga berdampak pada ketidaknyaman dan tidak efisien untuk dioperasikan.
"Kapal-kapal tua akan mempengaruhi tingginya biaya operasional dan pemeliharaan. Situasi ini menjadi lebih buruk semenjak infrastruktur jalan yang menghubungkan pelabuhan belum diintegrasi dan tidak menunjukkan performa yang baik," jelasnya.
Selain itu, kapasitas jalan yang tidak memadai akan menyebabkan kemacetan lalu lintas dan meningkatnya biaya operasional kendaraan. Ia mengklaim saat ini pemerintah Indonesia memberikan perhatian lebih dan selalu peduli terhadap pengembangan pulau-pulau di bagian timur Indonesia. Hal itu terlihat dari Keputusan Presiden tentang perencanaan tata ruang untuk Maluku dan Papua.
"Kami sadar akan kepentingan dari pengembangan infrastruktur penghubung antarwilayah di Indonesia bagian Timur," ucapnya.
Basoeki menambahkan, bahan dari sumber daya lokal harus dioptimalkan sebagai alternatif untuk mendukung pengembangan infrastruktur jalan di daerah terpencil. Sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi, khususnya biaya transportasi dan dapat menghasilkan pengembangan ekonomi lokal.
Nahasnya, biaya logistik di Indonesia masih tetap yang paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia, yakni mendekati 26,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Malaysia (15 persen), Korea Selatan (16,3 persen), Jepang (10,6 persen) dan Amerika Serikat (9,9 persen). Bahkan, rata-rata biaya logistik negara-negara di Eropa hanya berkisar 8-11 persen.