Rabu 03 Aug 2016 08:02 WIB

Hukum di Polda Riau Dinilai Hanya Tajam untuk Para Petani

Rep: Mabruroh/ Red: Angga Indrawan
Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghentian proses penyelidikan kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau dianggap sebagai tamparan bagi masyarakat Riau. Bagaimana tidak, sebanyak 25 petani kecil kini menjadi tersangka dan tengah menjalani hukuman sedangkan 15 perusahaan justru bebas sejak diterbitkannya SP3.

Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi Esman mengatakan selama 19 tahun masyarakat Riau seringkali mengalami kebakaran hutan dan lahan. Puncaknya yakni pada kasus kebakaran di penghujung tahun 2015 lalu yang sempat menggelapkan langit Indonesia bagian barat.

Sebagai masyarakat Riau, Esman mengaku kecewa dengan keputusan Polda Riau yang mengeluarkan penghentian proses penyelidikan karena kurangnya alat bukti. Padahal kata dia sudah jelas-jelas dulu Presiden Joko Widodo dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen untuk serius menangani masalah kebakaran hutan tersebut.

"Lahir SP3 ini bentuk keprihatinan kita sebagai masyarakat dan juga betuk kekecewaan kita terhadap kinerja kepolisian yang dalam hal ini adalah Polda Riau," ujar Esman di Kantor Kompolnas, Jakarta Selatan, Selasa (2/8).

Esman mengaku masyarakat Riau pada umumnya sangat berharap agar polisi dapat menindak tegas para pelaku pembakaran hutan tersebut. Namun bila melihat situasi yang ada kata dia, yang mana justru kepolisian Polda Riau menerbitkan SP3 terhadap 15 perusahaan tersebut maka dapat dikatakan tidak profesional.

"Kami masyarakat Riau sudah habis-habisan menghadapi dampak kebakaran hutan dan lahan itu. Ribuan orang ISPA, kemudian sembilan orang meninggal dunia, di situ ada anak-anak. Ini bukan perkara main-main. Makanya adanya SP3 ini sangat mengagetkan kita semua," ujarnya.

Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo sebelumnya mengatakan alasan menerbitkan SP3 karena beberapa hal. Di antaranya karena lahan yang terbakar merupakan lahan sengketa antara perusahaan dan masyarakat setempat, kemudian lahan milik perusahaan juga sudah habis masa izinnya ketika lahan tersebut terbakar, dan terakhir karena lahan yang terbakar juga oleh pihak perusahaan sudah langsung dipadamkan dengan menyerahkan tenaga pemadam kebakaran.

Menanggapi hal itu, Esman terang-terangan membantah. "Kalau melihat fakta di media, kenapa SP3 diterbitakan karena lahan itu bukan lagi lahan perusahaan, kemudian lahan itu lahan konflik. Fakta di lapangan tidak seperti itu," ujarnya tegas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement