REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya meraup keuntungan pedagang makanan dilakukan lewat banyak cara. Salah satunya adalah pornografi.
Sejumlah pedagang makanan tak ragu menjajakan produknya dengan nama-nama yang kurang pantas misalnya Bikini atau bihun kekinian yang di kemasannya meminta konsumen untuk meremasnya. Atau Makaroni Ngehe sebagai contoh lainnya.
Kepala Bidang Pemenuhan Anak Lembaga Perlindungan Anak Reza Indragiri mengatakan dari perspektif kampanye komersial nama-nama tesebut sudah sempurna alias mudah diingat. Tanpa sadar, namun penamaan sedemikian rupa mencerminkan menurunnya kepekaan terhadap nilai sakral tubuh manusia. Ia menambahkan persepsi orang dewasa akan integritas tubuh (body integrity) sudah menyimpang jauh.
"Tak aneh jika persepsi anak akan hal yang sama juga akan terdistorsi," katanya, Kamis (3/8).
Reza mengatakan saat ini, hal tersebut boleh jadi masih sebatas kognitif. Tapi dari situ bisa jadi pintu masuk bagi afeksi dan motorik, di mana anak-anak tidak ragu lagi menampilkan tindak-tanduk yang jauh dari integritas tubuh sepatutnya.
"Mulai dari gaya berbusana, gaya relasi antarjenis kelamin, hubungan seksual pra-nikah, dan lain-lain," tambahnya.
Ia mengatakan hal ini semakin mengenaskan karena ada lebel halal dibungkus merek-merek makan tersebut. Ia berharap lebel halal tidak terkerdilkan hanya sebatas bahan baku produk di dalam kemasan.
"Bukan pada keseluruhan produk. Andai produsen tersebut berupaya mendapat sertifikat halal resmi, saya berharap MUI tidak meloloskannya," kata Reza.