REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makassar dan DKI Jakarta menjadi dua kota yang terpilih sebagai pilot project penelitian kebijakan perubahan iklim (climate change) perkotaan yang berperspektif gender. Penelitian dimotori oleh sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam berbagai organisasi yang fokus pada isu gender.
Mereka berkedudukan di Makassar, Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Terpilihnya Makassar dan DKI Jakarta lantaran keduanya memiliki profil yang mampu mewakili kota lainnya di Indonesia.
"Penelitian berfokus pada menggali informasi dan membaca beberapa dokumen yang berhubungan dengan perubahan iklim, gender, kebijakan, dan program pemerintah," ujar perwakilan dari Solidaritas Perempuan Puspa Dewi, baru-baru ini.
Metode wawancara dan diskusi digunakan untuk menemukan informasi yang berkaitan dengan fokus penelitiannya. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penelitian dinilai dari alokasi dana, kebijakan, dan program pemerintah yang responsif gender.
"Hasilnya akan menjadi rekomendasi bagi pemerintah kota dalam mengambil kebijakan, dan menyusun program yang responsif gender terhadap perubahan iklim yang terjadi," kata dia.
Salah satu dampak yang paling nyata dirasakan akibat adanya perubahan iklim adalah menurunnya kualitas dan kuantitas air. Pengaruh lain dari perubahan iklim terasa pada sisi kesehatan, dan ekonomi. Menurut dia, kualitas kesehatan, dan penghasilan masyarakat utamanya yang berdomisili di wilayah pesisir rentan terpengaruh oleh perubahan iklim.
Wali Kota Makassar Danny Pomanto menyebut, selama dua tahun kepemimpinannya, dia mengupayakan kebijakan dan program pemerintahan yang dijalankannya responsif gender. Contohnya yakni salah satu program di bidang kesehatan yang khusus ditujukan bagi ibu hamil dan bayi.