Rabu 03 Aug 2016 18:41 WIB

Penurunan Harga Gas Tunggu Koordinasi Antarkementerian

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Proyek pengerjaan pipa gas (ilustrasi).
Foto: Antara
Proyek pengerjaan pipa gas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan penurunan harga gas untuk industri sebagai tindak lanjut dari paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah belum juga bisa berjalan. Alasannya, aturan turunan di tingkat kementerian masih harus dibahas untuk saat ini.

Selain itu, masih ada beleid yang harus direvisi untuk menghapus ganjalan dalam pengaturan harga gas untuk industri. Aturan turunan pun juga harus melibatkan lebih dari satu kementerian. Rumitnya koordinasi dinilai menjadi tantangan pemerintah untuk segera menjalankan kebijakan penurunan harga gas untuk industri.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja menjanjikan penurunan harga gas bisa berlaku dalam waktu dekat. Namun ia menyebutkan, pelaksanaannya masih harus menunggu rampungnya revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa. Wiratmaja menyebutkan salah satu poin yang akan dimasukkan dalam revisi Permen tersebut adalah soal tarif penggunaan pipa gas. Ia juga mengatakan revisi Permen tersebut akan sejalan dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan aturan turunannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga dan Pengguna Gas Bumi Tertentu.

"Revisi Permen 19 tak hanya soal toll fee, namun atur harga gas. Kita sedang cari yang terbaik. Masih dalam proses," ujar Wiratmaja saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/8).

Dia juga menjelaskan bahwa koordinasi dengan Kemenetrian Perindustrian selaku regulator dari sisi hilir sudah dilakukan. Wiratmaja menyebutkan, Kementerian Perindustrian telah membuat batas waktu penerbitan Peraturan Menteri yang di dalamnya akan mengatur secara spesifik industri mana saja yang akan mendapat penurunan harga. Meski sebelumnya dalam Perpres sudah diatur jenis industri utama yang bakal menerima kemduahan ini, Kementerian Perindustrian masih akan menyisir dan mengaturnya lebih detil. Perpres menyebutkan industri merasakan penurunan harga gas adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

"Segera ya. Ada target waktunya. Kemenperin kasih kepastian untuk terbitkan Permen dan nama-nama industri baru kita terbitkan," ujar Wiratmaja.

Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng menilai penerapan penurunan harga gas harus menunggu revisi Permen 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa. Menurutnya, aturan tersebut yang masih mengganjal untuk menurunkan harga gas karena pihak swasta yang masih leluasa menetapkan harga di sisi hilir. Dengan revisi tersebut, ia berharap harga gas bisa secara tegas ditetapkan oleh pemerintah.

"Harga gas, harus ada revisi Permen 19 dulu. Itu harus dilakukan karena berkaitan dengan tata kelola gas di hilir. Jadi masalah harga, masalah infrastruktur tergantung itu. Harga gas, baru bisa diperbaiki setelah revisi Permen ini rampung," ujar Andy.

Sebelumnya pihak Istana Presiden menyebutkan bahwa regulasi-regulasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan paket kebijakan jilid 1-12 hampir selesai semua. Hanya saja dari 203 regulasi yang harus diganti, disatukan, atau dibuat hingga Juli 2016, hanya ada satu regulasi yang belum selesai dibuat yakni mengenai harga gas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement