REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Mohamad Siddik menilai kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai terjadi karena rendahnya sikap saling menghargai antar agama maupun etnis.
Kerusuhan berbau sara sebelumnya diduga karena adanya keberatan dari seorang etnis Tionghoa atas volume azan yang dikumandangkan di salah satu masjid.
"Mereka tidak menghargai masyarakat setempat yang sudah melakukan tradisi azan sejak puluhan tahun yang lalu," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (3/8).
Dalam masyarakat demokrasi, Mohammad Siddik memaparkan seharusnya masyarakat tetap menjunjung prinsip proporsionalisme. Prinsip ini artinya kelompok minoritas harus menghargai mayoritas dalam beribadah.
Kendati demikian, Mohammad Siddik menyesalkan kerusuhan yang berujung kepada pembakaran terhadap 10 vihara ini. Ia mengecam setiap tindakan kekerasan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan undang-undang.
Kepada pihak berwenang, Mohammad Siddik meminta agar proses investigasi segera dilakukan untuk mengetahui penyebab dari kerusuhan.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar tetap menahan diri dan tidak tersulut dengan provokasi di media sosial.