REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada alasan khusus yang melatari rumah produksi SA Films merestorasi alias memulihkan kembali film klasik Tiga Dara. Karya sutradara Usmar Ismail yang rilis tahun 1956 itu dinilai sebagai salah satu film legendaris yang berpengaruh pada masanya.
"Film Tiga Dara adalah tentang kita, tentang sejarah kita, tentang musikalitas kita, tentang budaya kita," ujar Yoki P Soufyan dari SA Films.
Menurut Yoki, film itu adalah paket lengkap sajian drama, komedi, dan tayangan musikal yang menghibur. Problematika sosial budaya yang diusung, termasuk tentang perempuan, dianggap Yoki masih relevan dengan kondisi sosial terkini.
Ia menyebutkan, banyak hal yang bisa didapatkan penonton dari film hasil restorasi yang tayang di bioskop mulai 11 Agustus 2016 itu. Bukan hanya unsur hiburan berkat kekocakan dialog dan aksi pemeran, tetapi juga gambaran tentang situasi lampau enam dekade lalu.
Yoki memerinci sejumlah detail itu yakni cara berbahasa, gaya berpakaian, dan sejumlah hal yang menurutnya berharga untuk dikenang lagi. Para penonton generasi terdahulu bisa bernostalgia, sementara pemirsa generasi yang lebih muda bisa mendapat pengalaman berharga.
Dicontohkan Yoki, karakter si sulung tiga dara yaitu Nunung (Chitra Dewi) yang selalu memakai kebaya kapan pun dan di mana pun. Kakak dari Nana (Mieke Widjaja) dan Nenny (Indriati Iskak) itu bisa jadi teladan yang baik mengingat kini tak lagi mudah dijumpai sosok yang menjunjung tinggi tradisi.
"Kita diajak terkagum-kagum, amazed, dan bangga. Tidak terbayang sineas pendahulu kita bisa menghasilkan karya luar biasa yang menghibur dan diterima oleh banyak orang," tutur Yoki.