REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang perempuan Muslim ditahan di bandara Inggris karena membaca buku tentang Suriah, Rabu (3/8). Faizah Shaheen baru saja pulang bulan madu dari Marmaris, Turki ketika ditahan polisi South Yorkshire di Bandara Doncaster, Inggris pada 25 Juli.
Ia membaca buku berjudul Syria Speaks: Art and Culture from the Frontline di dalam pesawat. Sesaat setelah tiba di bandara, ia digelandang polisi.
Perempuan 27 tahun itu ditahan karena kru kabin Thomson Airways melaporkan ia berperilaku mencurigakan. Shaheen marah dan sedih. Polisi menginterogasinya selama 15 menit dibawah aturan Schedule 7 of the Terrorism Act.
Buku yang dibaca Shaheen adalah buku tulisan Malu Halasa. Di dalamnya terdapat kumpulan esai, cerita pendek, puisi, lagu, kartun dan foto-foto dari penulis dan seniman Suriah. Buku itu telah mendapat banyak penghargaan.
Shaheen mengatakan ia marah dan menangis karena merasakan diskriminasi atas keyakinannya. Ia memutuskan mengajukan gugatan melawan polisi dan Thomson Airways.
"Saya diperlakukan seperti seorang penjahat," kata Shaheen, dilansir Independent.
Polisi menanyainya tentang pekerjaannya. Ia menjawab bekerja sebagai praktisi layanan kesehatan mental anak-anak dan remaja di NHS.
Ia mengatakan salah satu tugasnya adalah menangani anak-anak yang berpotensi radikal dan rentan karena masalah mental mereka. "Sangat ironis, padahal tugas saya adalah melakukan antiradikalisasi," kata Shaheen.
Shaheen kini meminta pihak yang melakukan diskriminasi meminta maaf padanya. Juru bicara Thomson Airways mengatakan krunya melakukan itu sebagai tindakan kewaspadaan.
Mereka mengaku mengerti rasa frustasi Shaheen. Mereka membela tindakan para kru sebagai bagian dari kewaspadaan dan kepedulian terhadap penerbangan. "Seperti maskapai lainnya, kru kami dilatih melaporkan apa pun yang membuat khawatir," kata maskapai.
Kepolisian South Yorkshire membantah telah menangkap Shaheen. "Ia tidak ditangkap, ia ditahan selama 15 menit dan langsung dibebaskan," katanya.
Baca: Keluarga Tentara Muslim AS Bersatu Menentang Trump