REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kongres Bahasa Daerah Nusantara (KBDN) yang digelar pada 2-4 Agustus 2016, di Gedung Merdeka, menghasilkan Deklarasi Bandung.
Sebelum deklarasi dibacakan, seniman Kota Bandung, Iman Soleh dari komunitas celah-celah langit (CCL) membacakan puisi berjudul Jante Arkidam karya Ajip Rosidi. Lalu, deklarasi Bandung pun dibacakan yang terdiri dari 14 poin.
Menurut dewan pengarah KBDN, Ganjar Kurnia, ada 14 poin dalam isi deklarasi hasil KBDN ini. Namun yang poin yang paling penting adalah, KBDN merekomendasikan pada Unesco untuk menetapkan secara tegas bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Poin kedua yang paling penting, kata Ganjar, mengusulkan pada pemerintah untuk segara membuat Undang-undang Perlindungan Bahasa Daerah yang komperhensi, mengikat dan mengimplementasikannya.
"Karena, UU yang ada sekarang, belum secara khusus mengatur perlindungan bahasa daerah," ujar Ganjar usai Deklarasi hasil KBDN kepada wartawan, di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/8).
Menurut Ganjar, UU Nomor 24/2009 belum secara khusus mengatur secara teknis terhadap perlindungan bahasa daerah. Jadi, harus ada Undang-undang yang lebih teknis.
Ganjar mengatakan, poin lainnya adalah, pemerintah provinsi, kota dan kabupaten harus membuat peraturan perlindungan dan pengembangan bahasa daerah. KBDN pun, merekomendasukan pelajaran bahasa daerah tak hanya menjadi muatan lokal atau pilihan wajib. "Tapi harus sejajar dengan mata pelajaran lain dalam kurikulum nasional," katanya.
Selain itu, kata dia, pemerintah daerah pun harus menyediakan guru bahasa daerah. Serta, terus meningkatkan kompetensinya.