REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba mendorong Presiden RI Joko Widodo membentuk tim independen untuk memberantas mafia narkoba. Tak hanya itu, Jokowi juga diminta mengintruksikan kepada tiga lembaga penegak hukum yakni Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghentikan rencana kriminalisasi terhadap koordinator Kontras Haris Azhar.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) Usman Hamid menyebut Jokowi pernah menegaskan bahwa Indonesia menghadapi darurat bahaya narkoba. Namun tindakan tiga lembaga yang melaporkan Haris atas tuduhan pencemaran nama baik dinilai tidak mencerminkan kegentingan bahwa Indonesia benar-benar darurat narkoba. Apalagi, kata dia, ketiga lembaga tersebut mengklaim telah bekerja keras memberantas narkoba.
"Klaim-klaim itu tidak ada artinya kalau sikap kegentingan memberantas narkoba dilakukan dengan mengkriminalisasi orang yang memberikan kesaksian penting terkait sinyalemen keterlibatan orang dalam," ujar Usman saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (4/8).
Menurut dia, apabila kriminalisasi terhadap Haris dilanjutkan maka negara bisa dituduh menutupi atau mencegah terendusnya keterlibatan orang-orang di dalam negara pada praktik kartel narkoba. Tiga lembaga tersebut hendaknya menunjukkan sikap yang mengutamakan kepentingan umum, bukan hanya kepentingan institusi.
"Informasi yang disampaikan Haris, kepentingan umumnya lebih kuat. Sementara sikap tiga lembaga tersebut mencerminkan kepentingan sempit, bukan kepentingan umum, bangsa, dan negara," kata Usman.
Jika ketiga lembaga tersebut ingin merefleksikan kepentingan negara, maka harus melakukan tindakan investigasi ke dalam dan 'membersihkan' orang yang diduga terlibat kartel narkoba. Apabila Jokowi bersedia membentuk tim tersebut, maka tugas mereka nantinya adalah melanjutkan pengumpulan fakta dan menyuplai informasi, termasuk siapa oknum-oknum yang terlibat.