Kamis 04 Aug 2016 21:08 WIB

Kelompok Santoso Terbentuk karena Dendam Konflik Masa Lalu

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan salah satu alasan mengapa kelompok Santoso bisa hidup dan menjadi salah satu ancaman adalah karena adanya dendam masa lalu pada saat konflik di Poso pecah. Karena adanya masalah yang tak selesai, kelompok ini kemudian mudah dirasuki paham-paham radikalisme yang kemudian mereka anggap bisa membalaskan dendam mereka.

Tito menilai, apa yang terjadi di Poso pada masa konflik tak selesai direhabilitasi. Masih ada benih-benih dendam yang kemudian memuncak setelah dirasuki paham radikalisme. Ia menilai hal ini terbukti dari reaksi masyarakat terhadap Santoso.

Ia mengatakan sosok Santoso sendiri merupakan salah satu orang yang disegani dan dianggap pahlawan tidak hanya di satu desa yang ia tinggali tetapi juga masyarakat desa lainnya. Sebab, keberadaan dan peran Santoso pada konflik poso sangat strategis.

"Korban banyak di Poso. Dendamnya tinggi. Santoso kenapa dikuburkan ratusan orang. Dia adalah pahlawan saat konflik. Waktu di Poso konflik, kelompok Santoso ini ada di garis depan," ujarnya di kediaman Din Syamsudin, Kamis (4/8).

Tito menjelaskan karena dendam dan rehabilitasi yang tak selesai di daerah konflik memicu rasa ingin diakui eksistensinya. Kemudian, masuklah paham-paham radikalisme yang kemudian dinilai oleh para kelompok Santoso ini untuk dijadikan kendaraan untuk bisa diperhatikan.

Belajar dari kasus Santoso, Tito menilai salah satu langkah pencegahan meredam tumbuhnya aksi radikalisme di Indonesia adalah segera menuntaskan segala bentuk konflik yang berada di masyarakat. Tito menilai, konflik horizontal kalau tak kunjung dibenahi maka akan menjadi benih benih radikalisme.

"Pemulihan daerah konflik harus cepat dilakukan. Itu memang jadi kelemahan kita kemarin kemarin ini. Konflik agama kemudian lebih berbahaya daripada konflik ideologi politik," katanya.

Tito menambahkan dalam penuntasan paham radikalisme di Indonesia diperlukan adanya pemetaan dan deteksi dini potensi konflik. Ketika hal tersebut sudah dipetakan, maka pencegahan dan dialog bisa dilakukan lebih dini untuk bisa meredam aksi radikalisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement