REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Setara Institute Ismail Hasani mengatakan apa yang disampaikan koordinator Kontras Haris Azhar adalah salah satu bentuk partisipasi politik warga negara. Apa yang disampaikan Haris terkait dugaan keterlibatan oknum aparat dalam bisnis narkoba harus dianggap sebagai sebuah kebebasan berekspresi.
Selama ini Presiden RI Joko Widodo menganggap yang dimaksud kondisi darurat narkoba di Indonesia adalah sejumlah anak yang kerap menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Namun itu saja tidak cukup. Menurut Ismail, dengan adanya pengakuan Freddy Budiman, maka yang dimaksud darurat narkoba sesungguhnya adalah persoalan akuntabilitas penegak hukum dan pemberantasan narkoba itu sendiri.
"Pengakuan Haris adalah energi positif baru bagi Presiden untuk melanjutkan upaya penyelesaian kondisi darurat narkoba," kata dia, baru-baru ini.
Ismail sendiri percaya bahwa Kapolri baru Jenderal Tito Karnavian mampu menemukan cara paling efektif untuk merespons informasi yang diberikan Haris. Hal tersebut berguna untuk membantu pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Tanah Air. Dia yakin kepercayaan publik akan pulih selama Kapolri terus mencari cara.
Baru-baru ini, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) membentuk Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba. Gerakan ini bukan menggambarkan persoalan Haris melawan Polri, TNI, atau BNN. "Melainkan menggambarkan semua masyarakat yang menaruh keprihatinan baru terhadap pemberantasan narkoba," ujar pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini.
(Baca Juga: Informasi Haris Azhar Pintu Masuk Pemberantasan Mafia Narkoba)