REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tri Rismaharini menjadi kandidat kuat untuk diusung PDIP pada Pilgub DKI 2017 mendatang. Namun, PDIP disarankan tidak buru-buru mendorong Wali Kota Surabaya itu bertarung memperebutkan posisi DKI 1 dan memerhatikan suara rakyat Kota Pahlawan.
Pengamat politik dari Pusat Kajian Hukum dan Pancasila, Deny Permadi mengatakan, jangan jadi alasan Risma dipilih karena konstituen PDIP di Jakarta memintanya. Apalagi Risma sempat melontarkan penolakan secara halus.
"Konstituen Risma di Surabaya juga PDIP, jangan dikecewakan dengan mencalonkan diri di Jakarta," kata Deny dalam keterangannya, Kamis (4/8).
Selain itu, ia menilai sistem pengkaderan di PDIP belum matang jika mendorong Risma. Sebab, sejumlah kader menurut dia memiliki potensi yang cukup baik, seperti Djarot Syaiful Hidayat.
Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana menyatakan siap diperintah partai menggantikan posisi Risma memimpin Kota Pahlawan jika nantinya Risma jadi maju di Pilkada DKI Jakarta 2017. "Siap tidak siap harus siap karena kaderisasi di PDI Perjuangan itu jelas. Bahwa kepemimpinan di Surabaya selalu dipegang PDIP mulai dari Pak Bambang terus sekarang Ibu Risma dan berikutnya juga sudah siap," kata Whisnu yang juga Ketua DPC PDIP Surabaya saat ditemui wartawan usai rapat paripurna di DPRD Surabaya.
Whisnu mengaku saat ini sedang belajar memimpin Kota Surabaya. Ia belajar banyak dari bagaimana mengelola dan memimpin Surabaya dengan baik dari Risma.
Kesanggupan Whisnu dalam memimpin Kota Surabaya dikuatkan dengan pernyataannya yang siap melanjutkan program serta visi misi yang sudah ada sekarang yaitu sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah ada. "Program yang ada dilanjutkan sesuai RPJMD dan visi misi," katanya.