REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Warga di Inggris kini bisa menikmati lebih banyak buah dan sayur-sayuran yang berasal dari Afrika. Dalam sebuah survei yang dilakukan para pedagang di negara itu, peningkatan jumlah impor tersebut terjadi setelah referendum yang menyatakan Inggris keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Brexit (British Exit).
Selama ini, sumber utama impor pangan Inggris berasal dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Namun, sejak keluarnya referendum, para penjual mempertimbangkan mendapatkan sumber dagangan dari negara lain, termasuk di Benua Afrika.
Beberapa faktor yang melatarbelakangi hal itu juga termasuk penurunan nilai mata uang Inggris, poundsterling. Dalam dua dekade terakhir, negara itu dilaporkan semakin bergantung dengan impor buah dan sayuran.
Tingkat swasembada mencapai 58 persen untuk sayuran dan 11 persen untuk buah. Peningkatan besar impor jenis buah diantaranya adalah nanas, melon, serta alpukat.
Sebelum keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa Juni lalu, tren konsumen ini juga telah terjadi. Tak heran, peluang ekspor dari negara-negara di Afrika semakin besar setelah adanya hasil referendum karena tarif impor yang berbeda.
Afrika Selatan menjadi negara terbesar yang terkenal dengan ekspor buah jeruk setelah Spanyol. Selain itu, Kenya juga mendapat keuntungan karena dapat mengimpor kacang-kacangan dalam jumlah lebih besar tanpa biaya besar seperti saat Inggris tergabung dalam Uni Eropa.
Meski demikian , British Retail Consortium (BRC) memperingatkan ada bahaya yang datang setelah Brexit. Uni Eropa mungkin akan semakin meningkatkan biaya impor, jika Pemerintah Inggris menerapkan bea masuk.
"Ini mungkin menjadi penjelasan mengapa jumlah barang impor dari negara-negara di Uni Eropa berkurang," ujar kepala hubungan internasional BRC, Ray Symons, dilansir The Guardian, Jumat (5/8).
Meski impor pangan yang kini banyak berasal dari negara-negara non-Uni Eropa, BRC memastikan produk yang dijual di Inggris tetap memenuhi standar. Termasuk juga produk di bidang lainnya seperti tekstil yang dipastikan kualitasnya tak akan menurun.
"Kami akan memastikan barang-barang yang ada di Inggris berasal dari sumber yang aman dan bertanggung jawab atas hasil produksi," kata Symons.