REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan sedang mengembangkan hasil wawancara Haris Azhar dengan tereksekusi mati Freddy Budiman. Wawancara itu terjadi di Nusakambangan pada tahun 2014 dan menyebar di media sosial pekan lalu.
Menurut Haris, pengembangan dilakukan untuk membongkar nama-nama pejabat institusi negara yang terlibat dalam bisnis narkoba yang disebutkan Freddy. "Mudah-mudahan setelah itu kami bisa membuka semuanya," ujar Haris di Jakarta, Jumat (5/8).
Namun, nama-nama itu bukanlah yang paling penting. Sebab, terutama dari semuanya adalah bagaimana tanggapan pemerintah jika nama-nama itu ada. Kontras tidak mau hasil pendalamannya tenggelam begitu saja di tangan para penyelenggara negara. "Kami tidak mau jika nantinya nama-nama dipaparkan tidak ada sambutan dari pemerintah," kata Haris.
Kontras sendiri saat ini sudah membuka Posko "Bongkar Aparat" yang mempersilahkan masyarakat melaporkan kasus apa saja terkait keterlibatan aparat pemerintah dalam kasus narkoba. Sampai saat ini, tutur Haris, sudah ada lebih dari 14 laporan yang masuk ke Kontras, baik langsung ke kantor maupun melalui surat elektronik.
"Para pelapor datang membawa barang bukti. Hasilnya akan kita publikasikan kepada masyarakat. Akan kita kaji lagi pengumuman itu meliputi nama atau tidak," ujar dia.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Indonesia Robertus Robet mengatakan, yang diperlukan bangsa saat ini adalah membangun rasa saling percaya antarlembaga dalam usaha memberantas narkoba. "Saling percaya ('mutual trust') itu penting untuk kemaslahatan orang banyak," tutur Robertus.
Saat ini, Haris Azhar sendiri saat ini berstatus terlapor di Bareskrim Polri setelah tiga institusi negara, BNN, Polri, dan TNI mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).