REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Kholil Qoumas, mendesak pemerintah lebih sigap dan tanggap dalam mengantisipasi setiap potensi kerusuhan berbau SARA, sehingga insiden pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara tidak terulang.
"Kasus Tanjung Balai itu murni kelalaian pemerintah, dalam hal ini kepolisian yang tidak tegas dan perangkat desa hingga daerah yang gagal dalam mengampanyekan keberagaman agama di tengah masyarakat," katanya setelah menghadiri Rakornas Satkornas Banser di Tulungagung, Sabtu.
Kelalaian di tingkat kepolisian, menurut Yaqut, terjadi karena aparat dinilai gagal mendeteksi kerawanan yang muncul. Kemudian persebaran informasi yang memicu pengumpulan massa dalam jumlah besar.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB ini juga mengkritisi ketidaksigapan aparatur desa hingga daerah yang dinilai gagal membangun komunikasi sosial lintasagama, sehingga muncul sikap intoleransi satu sama lain. "Insiden Tanjung Balai bisa menjadi preseden buruk yang bila dibiarkan akan memantik kasus serupa di daerah-daerah lain," ujarnya.
Posisi dan peranan GP Ansor maupun Banser selaku ormas sekaligus badan otonom Nahdlatul Ulama (NU), kata Yaqut, saat ini memilih dua pendekatan solusi dalam menyikapi kasus Tanjung Balai.
Di satu sisi, Yaqut mengatakan pengurus wilayah GP Ansor Sumatera Utara maupun Satkorwil Banser Sumatera Utara telah melakukan pendekatan dengan mengunjungi warga non-Muslim di Kota Tanjung Balai.
Baca juga, Situasi di Tanjung Balai Sudah Tenang.
Tidak hanya menyampaikan empati dan solidaritasnya, kata Yaqut, seluruh warga GP Ansor dan Banser di Sumatera Utara juga menyampaikan permintaan maaf atas insiden yang terjadi, atas nama warga Indonesia maupun umat Islam.
"Kami juga sudah instruksikan kepada jajaran pengurus wilayah untuk membantu langsung perbaikan ataupun pembangunan kembali rumah ibadah yang dibakar itu," ujarnya.