REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok teroris Santoso dinilai hidup dalam bayang-bayang dendam konflik Poso di masa lalu. Santoso hidup dengan paham-paham radikalisme untuk memabalaskan dendam tersebut.
Ketua Umum Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pendekatan amnesti diharapkan dapat mengubur dendam tersebut. Dengan membuka rekonsiliasi diharapkan menjadi cara yag lebih efektif sebagai bentuk deradikalisasi.
"Harus diketahui, Santoso, Basri serta kawan-kawannya adalah korban konflik Poso. Mereka kehilangan banyak anggota keluarga karena konflik tersebut," tutur Dahnil melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (8/8).
Kemudian, sambungnya, penyelasaian konflik tersebut menurut mereka tidak adil. Sehingga menjadi bibit utama munculnya radikalisasi yang berujung tindakan terorisme.
Baca juga, Santoso Bukan Syuhada Tapi Teroris.
Oleh sebab itu, Dahnil berharap supaya polri mengintruksikan kelompok Basri yang masih berada di pegunungan Poso untuk menyerahkan diri. Kemudian dapat memberikan jaminan bahwa mereka yang menyerahkan diri akan ditindak lanjuti tanpa kekerasan dan supaya pemerintah berkomitmen untuk memberikan pengampunan.
"Saya kira akan memberikan peluang rekonsiliasi di Poso dan juga sebagai upaya deradikalisasi yang efektif," ujar dia.