REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menungkapkan, alasan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait menolak cuti kampanye tidak masuk akal. Sebab, mantan Bupati Belitung Timur tersebut dapat melanggar peraturan negara.
Margarito mengatakan, jika Ahok melakukan cuti selama kampanye sebenarnya dapat digantikan oleh bawahannya untuk menjalankan pemerintahan. "Saya berpendapat itu alasan yang tidak rasional. Karena pertama dari segi sistem, pemerintahan itu, bukan dia. Kalau dia tidak ada, itu dilaksanakan oleh Plt-nya oleh Wakil Gubernur. Kalau Wakil Gubernur tidak ada, itu dilaksanakan oleh sekretaris daerah," kata dia saat dihubungi, Senin (8/8).
Apalagi, lanjut dia, yang bertindak sebagai koordinator tim penyusunan anggaran pemerintah saat ini adalah Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, yaitu Saefullah. Jadi, menurut dia, Ahok tidak bisa beralasan tidak ingin cuti hanya lantaran ingin mengawal APBD DKI. "Dari hal itu saja alasan Ahok itu mengada-mengada. Itu kategori pertama," ujarnya.
Ia mengungkapkan, pejabat yang berada di kantor gubernur juga belum tentu orang yang tidak jujur semua. Ia yakin, alasan-alasan yang dihembuskan Ahok tidak rasional. "Memang orang-orang di dalam gubernuran itu semua bandit, semua setan? Apa memang betul dia (Ahok) orang jujur? Sehingga sekali lagi kombinasi dari kategori alasan-alasan itu membuat saya berpendapat bahwa alasan itu tidak masuk diakal," jelas dia.
Menurut Margarito, peraturan tentang cuti kampanye sudah diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016, yang mengharuskan semua pejawat harus menjalani cuti selama masa kampanye. "Dan ketentuan itu bersifat mengikat dan tidak memberikan pilihan bagi pejawat-pejawat yang mau maju. Jadi dengan begitu masa cuti menjadi absolut. Suka atau tidak suka, senang atau tidak senang," ucap dia.
"Begitu anda maju maka anda harus cuti. Kalau anda berpendapat bahwa masa jabatan saya kan lima tahun. Ya udah, kalau mau menuntaskan masa jabatan jangan maju, mundur!" katanya.