REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Meski masuk dalam program Nawa Cita Presiden Joko Widodo namun pendanaan masih menjadi kendala dalam pengembangan 100 Science Techno Park (STP).
"Kita identifikasi peraturan apa yang menghambat pembangunan STP. Dan persoalannya memang perizinan dan pendanaan," kata Dirjen Kelembagaan Kemristekdikti Patdono Suwignjo di sela-sela workshop Pengembangan Science Techno Park di Indonesia di Solo, Senin (8/8).
Namun demikian, ia mengatakan selama pengembangan STP ini memang sejumlah kendala masih dihadapi, di antaranya belum ada pengalaman membangun dan membuat STP dengan matang seperti negara maju.
Tidak ada pengalaman membuat STP yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Tidak punya pengalaman membuat STP yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi nasional, ujar dia.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi adalah minimnya inovasi yang siap dilempar ke pasar, minimnya sumber daya manusia yang ahli dari STP. Padahal keberhasilan STP diukur dari mampu tidaknya mengeluarkan ahli bisnis atau yang kompeten yang mau bekerja untuk techno park tersebut.
Selain itu, ia mengatakan tidak adanya skema pendanaan untuk STP. "Kalau sudah jadi bagaimana operasionalnya. Apa daerah punya anggarannya, sanggup mengalokasikan anggaran?" ujar dia.
Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK Agus Sartono mengatakan dari target pengembangan 100 STP harapannya bisa memfasilitasi industri baru berkembang. STP dilengkapi layanan penelitian dan pengembangan (litbang) di satu kawasan.
Belajar dari negara maju, ia mengatakan pengembangan STP dilakukan lebih dari 20 tahun. Evaluasi mandiri kemampuan membangun STP telah dilakukan, dan di 2016 ditargetkan 22 dibangun.
Memang, ia mengatakan muncul juga persoalan dan hambatan lain setelah STP terbangun, yakni Pemda yang tidak terlalu mendukung pengembangannya hingga persoalan pendanaannya.
Sementara itu, Sekjen Kemristekdikti Ainun Naim mengatakan peran pihak swasta penting dalam mendukung pembangunan STP. Pemerintah memfasilitasi, namun seharusnya sebagian pengembangan hilirisasi industri adalah tugas swasta.
"Soal anggaran sebenarnya bukan hanya tugas di Direktorat Jenderal Kelembagaan saja. Ada unit lain yang seharusnya berkontribusi, yakni lembaga riset dan pengembangan serta inovasi, lalu dilanjutkan ke industri dan bisa melakukannya adalah pihak swasta," ujar dia.