REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, mengecam keras pernyataan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tetap ingin menggusur permukiman mereka dalam bulan ini. Mereka menilai sikap yang ditunjukkan Ahok itu sebagai bentuk pembangkangan terhadap hukum.
"Pak gubernur senangnya membuat warga resah. Harusnya dia menghormati proses hukum yang ada, bukan malah terus-terusan meneror kami dengan informasi penggusuran yang enggak jelas," kata Ketua RT 06/12 Bukit Duri, Mulyadi (43 tahun) kepada Republika.co.id, Selasa (9/8).
Ia menuturkan, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebelumnya telah menerima gugatan kelompok (class action) yang diajukan warga Bukit Duri terkait rencana penggusuran permukiman mereka oleh Pemprov DKI. Dalam putusan sela yang dibacakan pada Selasa (2/8), pekan lalu, majelis hakim melarang Pemprov DKI dan instansi terkait melakukan kegiatan yang berhubungan dengan proyek normalisasi Sungai Ciliwung hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap.
Majelis hakim berpendapat, larangan itu bertujuan agar proyek tersebut tidak menimbulkan masalah yang dapat merugikan warga Bukit Duri di kemudian hari. "Jika Ahok tetap nekat menggusur kami sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan, itu sama saja artinya dia melawan hukum, bahkan melawan negara," ujar Mulyadi.
Sebelumnya Ahok mengatakan, pemerintah akan tetap menggusur permukiman warga Bukit Duri dalam bulan ini. Menurut mantan bupati Belitung Timur itu, penggusuran tersebut merupakan bagian dari proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Ia menilai normalisasi dibutuhkan untuk mengatasi banjir di Ibu Kota.
"Kami menyiapkan instruksi gubernur (untuk penggusuran warga Bukit Duri). Saya harap, habis 17 Agustus ini (rumah-rumah warga di sana) sudah bisa dibongkar," kata Ahok di Balai Kota, pekan lalu.