REPUBLIKA.CO.ID, MINDANAO -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam untuk menyatakan darurat militer jika peradilan negara mengganggu perang melawan narkoba. Sejak menjabat, perang melawan narkoba telah menewaskan lebih dari 500 orang.
"Jika ini terus berlanjut dan jika kalian mencoba menghentikan saya, maka baiklah. Apa kalian ingin saya menyatakan darurat militer?" ujar Duterte tampak marah dalam sebuah pidato di Pulau Mindanao, Selasa (9/8).
Menurut Duterte, banyak warga Filipina telah menjadi korban narkoba. Duterte menjelaskan, banyak wanita dan anak kecil diperkosa, laki-laki dibunuh, semua karena narkoba.
"Tolong jangan buat konfrontasi, perang konstitusional, kita semua akan kalah," katanya seperti dilansir Aljazirah.
Pernyataan presiden ini merupakan respon atas surat Ketua Mahkaham Agung Lourdes Sereno pada Senin (8/8). Surat mempertanyakan keputusan Duterte merilis nama-nama hakim yang dituduh terlibat perdagangan obat ilegal. Menurut Sereno, hanya pengadilan yang punya kewenangan mengawasi hakim.
Dalam suratnya, Sereno menulis, bahwa meski pengadilan mendukung presiden memerangi narkoba, namun tetap harus mengikuti proses hukum sebelum merilis nama hakim yang dituduh terlibat ke publik. Menurutnya, hakim juga telah ditargetkan kelompok penjahat, termasuk narkoba, dengan 26 pembunuhan sejak 1999.
Selain hakim, Duterte juga merilis nama pejabat pemerintah, termasuk wali kota dan anggota Kongres pada Ahad (7/8), yang diduga terlibat narkoba. Ia juga mengatakan, tak peduli dengan hak asasi manusia terkait hal ini.