REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menegaskan pihaknya terus berupaya menghadirkan mantan Presiden Komisaris Lippo Grup, Eddy Sindoro. Agus mengungkap, salah satu upayanya yakni dengan melakukan pemanggilan paksa terhadap Eddy yang diketahui tengah berada di luar negeri.
"Ya bisa saja (panggil paksa), wong kita di Kolombia saja bisa didatangkan," ujar Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (10/8).
Menurutnya, kehadiran Eddy dibutuhkan guna dimintai keterangan terkait perannya dalam kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadilan Jakarta Pusat untuk Panitera Edy Nasution.
Pasalnya, nama Eddy seperti terungkap dalam fakta persidangan disebut memiliki peran sentral dalam memberikan uang suap tersebut. Hal ini juga kata Agus, yang mendasari KPK untuk menyiapkan strategi menghadirkan mantan petinggi Lippo Grup tersebut, termasuk berkoordinasi dengan pihak Keimigrasian.
"Ya nanti secara bertahap kita nanti pilah-pilah satu satu ya," ujarnya.
Diketahui, KPK sendiri mengendus keberadaan Eddy sedang tidak berada di Indonesia. Padahal, pihak Imigrasi telah membuat surat pencegahan keluar negeri untuk Eddy pada sejak 28 April 2016 lalu.
Terkait hal ini, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati sebelumnya mengatakan Eddy telah berada di luar negeri sebelum surat pencegahan tersebut dibuat. "Sebelum dicegah dia sudah ada di luar negeri," ujarnya.
Meski begitu, Yuyuk mengatakan hal itu tidak mempengaruhi KPK dalam berupaya menghadirkan Eddy untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu. Termasuk diantaranya melakukan pemanggilan paksa, meski belum dapat dipastikan waktu tepatnya.
"Nanti kalau sudah ada (dari penyidik)," kata dia.
Sebelumnya, diketahui pihak Imigrasi telah beberapa kali memastikan bahwa Eddy Sindoro masih berada di Indonesia. Sebagaimana disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Ditjen Imigrasi Heru Santoso, pada Jumat (10/6) lalu, Eddy memang sempat terlacak berada di Singapura.
Namun, keberadaan Eddy di Singapura tersebut sebelum KPK meminta pencegahan kepada salah satu mantan petinggi di Lippo Group itu. Saat kembali dikonfirmasi terkait keberadaan Eddy, Heru memastikan bahwa dalam data perlintasan imigrasi, Eddy masih berada di Indonesia.
Diketahui, nama Eddy Sindoro turut disebut dalam surat dakwaan terdakwa pemberi suap Doddy Aryanto Supeno, yang menyebutkan dalam menjalankan suap Doddy tidak sendiri. Upaya suap tersebut dilakukan bersama-sama dengan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, Direktur PT Metropolitan Tirta Perdana, Hery Soegiarto, dan Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International, Ervan Adi Nugroho.
Ia juga memerintahkan pegawai staf bagian legal yakni Wresti Kristian Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak pihak lain yang terkait sejumlah perkara yang melibatkan Grup Lippo di PN Jakpus.
Sedangkan Doddy Aryanto Supeno yang diketahui anak buah Eddy mendapat bagian tugas menyerahkan dokumen dan uang kepada pihak terkait termasuk panitera PN Jakpus, Edy Nasution.
Suap diduga untuk melancarkan dua perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakarta Pusat yakni agar menunda proses pelaksanaan 'aanmaning' (peringatan terhadap tergugat, agar melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP).
Selain itu juga untuk menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) meski telah lewat batas waktu.