REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lidah memang tak bertulang. Namun, bahaya yang ditimbulkannya bisa lebih dahsyat dibanding artileri. Lewat lidah, saudara kandung bisa bertengkar, suami istri berpisah, negara-negara berperang.
Bahaya lidah ini kadang tak disadari. Terlebih, jika sedang berkumpul bercengkerama. Obrolan sana-sini tak jarang menjadi pintu masuk untuk masuknya fitnah lewat lisan. Berbagai penyakit hati juga bisa datang lewat lisan yang tak dijaga.
Salah satunya menyebarkan aib. Termasuk, aib orang-orang yang ada amat dekat dengan kita. Baik itu suami maupun istri. Pada era yang katanya serbaterbuka ini, obrolan juga menjadi amat terbuka, bahkan cenderung vulgar.
Tak jarang obrolan seputar hubungan suami-istri menjadi menu yang paling asyik dibicarakan. Masing-masing mengungkapkan curahan hati soal hubungannya dengan pasangan. Termasuk soal hubungan intim. Lalu bagaimana suami atau istri yang sengaja menceritakan hubungan intimnya kepada orang lain?
Ada larangan untuk menyebarkan cerita hubungan intim suami-istri kepada orang lain. Dalam sebuah hadis dari Abu Sa'id al-Khudriy, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di hari kiamat adalah seorang laki-laki (suami) yang bercampur (bersetubuh) dengan istrinya, kemudian membeberkan rahasia istrinya tersebut." (HR Muslim)
Beberapa ulama, seperti Ibnu Abbas, Imam al Kurthubi, Mujahid, dan lainnya berpendapat hadis ini berkenaan soal hubungan intim suami-istri. Sementara, Al Hirawy dan Al Kalbiy berpendapat, maknanya bukan hanya soal hubungan intim, melainkan juga bisa saat suami istri beduaan saja sekalipun tidak bercampur.
Meski bermakna dalam hubungan suami istri, sebenarnya menjaga aib pasangan mencakup banyak aspek. Syekh Abdullah al-Bassam saat mengomentari hadis di atas menjelaskan, aib yang ada dalam pasangan bisa berupa anggota badan suami istri. Termasuk di dalamnya, rahasia di antara keduanya yang tentu saja baik suami maupun istri tidak suka jika rahasianya diketahui orang lain.
Jika aib yang umum saja dilarang disebarkan, lebih-lebih lagi aib yang berkenaan dengan hubungan suami-istri yang amat privasi.
Nabi SAW melabeli suami atau istri yang membuka aib pasangannya sebagai manusia paling jelek di sisi Allah. Pasalnya, mereka yang membuka aib sudah mengingkari amanah yang seharusnya ia pegang.
Hadis di atas, menurut Syekh Bassam, juga menunjukkan hukum haram terhadap tindakan membeberkan rahasia suami-istri yang amat khusus, yaitu hubungan seksual yang terjadi di antara keduanya.
Menutup aib juga sesuatu yang sebaiknya dilakukan. Kaidah ini berlaku terhadap seluruh kaum Muslimin. Hendaknya setiap Muslim menjaga aib Muslim yang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat." (HR Muslim).
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) seorang hamba (yang lain) di dunia melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat." (HR Muslim).
Jika menutupi aib sesama Muslim dianjurkan, tentu menjaga aib orang-orang terdekat semisal suami atau istri lebih diutamakan.
Seorang istri yang salehah juga mampu menjaga diri mereka sekaligus menjaga kehormatan suami. Saat suami tak di rumah, istri yang menjadi penjaga kehormatan suaminya di rumah. Istri adalah representasi suami. Begitu juga sebaliknya.
Allah SWT berfirman, "Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (QS an-Nisa [4]: 34)
Suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami. Jika seorang suami atau istri membuka aib pasangannya, sama saja ia menelanjangi diri. Suami istri adalah satu kesatuan yang saling melengkapi.
Lalu bagaimana jika suami istri membuka hubungan suami istri dengan tujuan konsultasi ke dokter? Lembaga Pengkajian Fikih Islam dalam muktamarnya di Brunei Darusaalam tahun 1993 memberikan catatan soal ini. Pertama, hukum asal dalam rumah tangga itu adalah larangan membeberkan rahasia. Menceritakan aib tanpa ada keperluan yang dianggap sah juga dilarang.
Keperluan yang bisa dianggap sah adalah jika ternyata menyimpan rahasia justru bisa membahayakan. Dalam hal ini lembaga tersebut membolehkan seorang suami istri melakukan konsultasi kepada dokter ahli. Dengan catatan kesepakatan bersama dan ditimbang jika tidak melakukan konsultasi justru akan mendatangkan mudarat. Semisal memeriksakan penyakit agar bisa mendapatkan keturunan.
Lembaga tersebut juga mengingatkan, sang dokter dilindungi kode etik agar tetap menjaga rahasia pasien. Sehingga, menceritakan kepada dokter ahli mengandung jaminan jika aib seseorang tidak akan disebarkan untuk kepentingan lain.