Kamis 11 Aug 2016 16:22 WIB

AS Salahkan UU Anti-Penistaan Agama Negara Muslim

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Teguh Firmansyah
Penistaan agama.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Penistaan agama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan laporan kebebasan agama tahunan, Rabu (10/8). Laporan menyebut Afghanistan, Arab Saudi, Iran, Sudan, Pakistan dan Mauritania sebagai negara dengan penyimpangan norma agama karena menerapkan hukuman yang keras.

Departemen mengatakan, anti-penistaan agama dan hukum-hukumnya telah membawa pada pemenjaraan dan kematian dari kalangan minoritas. Hal ini terjadi terutama di negara-negara Muslim.

"Hukum tersebut bertentangan dan merusak hak asasi manusia yang sudah diakui," kata laporan. Lebih lanjut, tuduhan penisataan palsu sering berujung pada dendam pribadi atau membawa keuntungan pribadi. Sebagai akibatnya, kekerasan terjadi dan mengganggu umum.

Duta besar untuk kebebasan beragama internasional, David Saperstein, mengatakan seperempat dari 200 negara punya undang-undang anti-penistaan agama. Termasuk di beberapa negara bagian Amerika.

Saperstein mengerucutkan cakupan jadi negara-negara yang mengenakan hukuman sangat berat, termasuk hukuman mati. Tahun lalu, Iran mengeksekusi 20 orang karena perseteruan melawan Tuhan.

Arab Saudi menghukum penghujat dengan hukuman lama di penjara. Di Nigeria, pengadilan menghukum mati sembilan orang karena mengangkat pendiri sekte melebihi Nabi Muhammad. Di Afghanistan, seorang perempuan dengan salah dituduh membakar Alquran dan ia dirajam juga dibakar hingga tewas.

Seorang anak Suriah berusia tujuh tahun di daerah yang dikuasai ISIS dibunuh karena mengutuk Tuhan saat pertandingan bola. Massa telah menewaskan lebih dari 60 orang sejak tahun 1990 karena kejahatan menodai Alquran atau menghina Nabi Muhammad.

Baca juga, Penista Agama Jadi Tantangan Dakwah Umat Islam.

Laporan juga mengkritik negara-negara yang memiliki UU melarang agama minoritas. Negara-negara ini seperti Angola, Azerbaijan, Brunei, Eritrea, Burma, Rusia dan Vietnam.

Saperstein mengatakan UU anti-penistaan agama di AS juga menghadapi permasalah. Namun ia menjamin para pemimpin AS mengerti pondasi konstitusi dalam kebebasan agama. "Kebijakan AS, UU AS, struktur konstitusi AS dalam janji kebebasan beragama akan tetap utuh," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement