Kamis 11 Aug 2016 18:21 WIB

Pengamat: Koalisi Kekeluargaan Bisa Buat Ahok Gigit Jari

Tujuh partai besar mengadakan pertemuan menghadapi Pilkada DKI Jakarta  2017. Dalam pertemuan tersebut koalisi tujuh partai atau koalisi kekeluargaan ini membeberkan kriteria yang akan diusung untuk Pilgub Jakarta 2017. Jakarta, Senin (8/8).
Foto: MGROL76
Tujuh partai besar mengadakan pertemuan menghadapi Pilkada DKI Jakarta  2017. Dalam pertemuan tersebut koalisi tujuh partai atau koalisi kekeluargaan ini membeberkan kriteria yang akan diusung untuk Pilgub Jakarta 2017. Jakarta, Senin (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun memprediksi pasangan calon yang akan diusung Koalisi Kekeluargaan sangat berpotensi memenangi pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Koalisi yang terdiri dari tujuh partai yakni PDI Perjuangan, PKB, PAN, PKS, PPP, Gerindra, dan Demokrat dianggap memiliki kelebihan sebagai mesin politik dengan kekuatan lebih masif.

"Faktor kemenangan di Jakarta tidak hanya ditentukan oleh modal keuangan, tetapi oleh mesin politik yang bekerja yakni PDI-P, Gerindra, dan PKS. Kalau mereka bersatu, ini (akan menjadi pertarungan) dahsyat," katanya di UNJ, Jakarta, Kamis (11/8).

Terlepas dari siapapun calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan diusung, ia menilai Koalisi Kekeluargaan berpeluang menang menantang calon pejawat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang didukung oleh tiga partai yakni Golkar, Nasdem, dan Hanura.

Mengacu pada hasil Pemilu legislatif 2014, koalisi tiga partai pendukung Ahok diprediksi mendapat sekitar satu juta suara, ditambah satu juga KTP yang dikumpulkan warga Jakarta sebagai dukungan kepada Ahok, sehingga total ia akan mendapat sekitar dua juta suara.

"Sementara DPT (daftar pemilih tetap) DKI ada tujuh juta orang. Sekitar lima juta orang berpeluang memilih calon dari koalisi tujuh partai, sehingga dari segi kalkulasi kuantitatif politik (Ahok) sudah kalah," ujarnya.

Koalisi partai pendukung Ahok, memiliki kelebihan dari sisi modal keuangan dan politik, mengingat ia merupakan pejawat yang memiliki cukup ruang untuk merebut perhatian publik melalui kebijakan yang diambilnya (imaging policy).

Namun, Ahok, lemah dalam modal sosial dan budaya terkait arogansi personal dan dinamika berpolitiknya yang terlalu liar.

"Dari situ saya melihat Ahok bisa kalah dan akhirnya akan gigit jari," tutur Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement