REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku terus mendalami informasi yang muncul dalam persidangan kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Termasuk informasi yang menyebutkan ada kesepakatan Rp 50 miliar antara Bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan dengan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta.
"Semua yang terjadi di pengadilan itu jadi informasi baru, yang dipakai penyidik untuk pengembangan kasusnya," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/8).
Syarif pun menegaskan pihaknya tidak diam saja dalam menindaklanjuti informasi-informasi baru tersebut. Menurutnya, semua informasi tersebut pasti dipelajari. Hanya saja, ia enggan menjelaskan secara rinci proses pendalaman informasi tersebut.
"Itu belum bisa kami kemukakan di media," ucapnya.
Ia juga membantah informasi yang menyebut ada intervensi dari pihak luar agar tidak menyeret Aguan dalam kasus tersebut.
"Tidak ada yang menelepon, dan kami juga tidak diintervensi, dan saya juga bru dengar dari kalian," ujarnya.
Diketahui,dalam Berita Acara Pemeriksaan Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono, salah satu pengembang reklamasi seperti yang diungkap Jaksa KPK dalam persidangan menyebut ada kesepakatan Rp 50 miliar dari Aguan kepada sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta untuk mempercepat pembahasan Raperda Reklamasi.
Kemudian, oleh Aguan disanggupi dan ditandai dengan bersalaman antara Aguan dan anggota DPRD. Namun belakangan, Budi justru meminta agar pernyataan dalam BAP tersebut dicabut.
Namun, oleh Jaksa Penuntut Umum KPK menilai pencabutan berita acara pemeriksaan melalui surat kepada penyidik KPK tidak sah. Alasan pencabutan BAP oleh anak buah Aguan itu tidak dibenarkan hukum.
"Kami penuntut umum berpendapat pencabutan BAP tidak dapat diterima. Pencabutan BAP tidak beralasan menurut hukum," ucap JPU KPK Asri Irawan saat membacakan tuntutan untuk terdakwa Ariesman Widjaja dan Trinanda di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/8).