Jumat 12 Aug 2016 14:49 WIB

Eksekusi Mati Jilid III Dianggap tidak Sah

Rep: Mabruroh/ Red: Angga Indrawan
Hujan deras disertai angin kencang mewarnai proses persiapan eksekusi mati tahap tiga di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Kamis (28/7) malam.
Foto: Republika/Eko Widiyatno
Hujan deras disertai angin kencang mewarnai proses persiapan eksekusi mati tahap tiga di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Kamis (28/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksekusi jilid III dilaksanakan di Nusakambangan pada Jumat (29/7) lalu. Eksekusi tersebut dianggap tidak sah lantaran para terpidana mati masih dalam tahap pengajuan grasi pada Presiden.

Kuasa hukum terpidana mati Saud Rusli, Bonyamin Saiman mengatakan sudah melaporkan dugaan ketidaksahan eksekusi tersebut di Kejaksaan Agung pada Kamis (4/8) lalu. Kedatangannya kali ini yakni untuk menyerahkan dokumen yang dapat melengkapi laporannya.

"Semingguan ini saya cari dokumen tambahan untuk melengkapi salah satunya. Yang utama sampai hari, kemarin saya mencari ke pengadilan negeri semuanya tentang eksekusi mati," ujar Bonyamin di Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Jumat (12/8).

Menurut Bonyamin eksekusi mati yang dilakukan Kejaksaan Agung tidak sah. Pasalnya para terpidana mati yang telah dieksusi masih mengajukan grasi ke Presiden di antaranya Seck Osmane, Humprey Ejike, dan Freddy Budiman.

Ia menuturkan pengajuan Grasi Seck Osmane dari Pengadilan Negeri Jakarta selatan ke Mahkamah Agung pada (27/7). Kemudian pengajuan grasi Humpry Ejike dari Pengadilan Jakarta Pusat pada (25/7) dan Freddy Budiman dari Pengdilan Jakarta barat pada (28/7).

"Artinya tiga orang itu memang betul-betul mengajukan grasi ke Presiden melalui PN masing-masing dulu, lalu disidangkan diteruskan ke MA," jelasnya.

Artinya kata dia apabila sudah dilayangkan ke MA akan diteruskan pada Presiden. Sehingga harusnya grasi yang dilayangkan sebelum eksekusi mati semestinya dapat mempertimbangkan grasi tersebut. "(Grasi) sudah diajukan sebelum tanggal 28 Juli, atau ada yang 28 siang atau sore maka mestinya malam hari tidak dieksekusi mati," ujar Bonyamin.

Ia menyebutkan sesuai dengan ketentuan pasal 13 UU No 22 Tahun 2002 yang kemudian diubah dengan UU No 5 Tahun 2010 tentang terpidana mati yang mengajukan grasi harusnya eksekusi tidak dilakukan. Sampai kata dia Surat keputusan Presiden yang menolak grasi tersebut sampai di tangan terpidana.

"Maka saya berkepentingan mengadukan masalah ini. Artinya pada kesempatan ini memang saya mengadukan dugaan eksekusi tidak sah karena sedang mengajukan grasi," ujarnya.

Ia menjelaskan kliennya Su'ud Rusli yang merupakan terpidana mati kasus pembunuhan bos PT Asba, Budhayarto dan pengawalnya Edy Siyep tahun 2003 lalu. Dan kliennya pun mengajukan grasi. Artinya kata dia kalau mengikuti apa yang terjadi pada ketiga terpidana mati tersebut maka Su'ud tidak bisa mengajukan grasi. "Kalau ini diikuti berarti Su'ud Rusli tidak bisa ajukan grasi," ungkapnya.

Sehingga sambungnya jika memang ada kesalahan atau pelanggaran maka ia meminta supaya Jamwas untuk berikan sanksi. Baik itu sanksi teguran, tertulis, sampai pemberhentian tidak terhormat. "Saya sudah lapor ke Komisi kejaksaan, sudah bentuk tim juga, dan kemarin ke komnas HAM juga sebagai bentuk dugaan pelanggaran HAM karena menghilangkan nyawa," jelasnya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement