REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum adanya regulasi yang mengatur pengawasan obat dan makanan menjadi titik lemah pemerintah dalam pengawasan peredaran obat-obatan ilegal. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Serang mengakui, institusinya belum dapat bekerja efektif, karena basis undang-undang pengawasan obat dan makanan belum ada.
"Sehingga sangat mudah dipatahkan pelaku tindak pidana," kata Kepala BPOM Serang Mohammad Kashuri dalam sosialisasi 'Pangan Jajanan Sekolah di Sindangjaya, Kabupaten Tangerang, Sabtu (13/8).
Kashuri menambahkan, begitu pun dengan sanksi kepada pemalsu atau produsen obat dan makanan yang melanggar, tidak memberi efek jera. Dia menilai, sampai saat ini pelaku tindak pidana obat dan makanan ini paling banyak dihukuman percobaan.
Artinya belum ada komitmen penegak hukum lain di dalam hal untuk memberantas tindak pidananya tersebut. "Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang jelas dibutuhkan undang undang untuk bisa mengawasi," ucap Kashuri
Dia mengatakan, BPOM Serang hingga kini terus melakukan pengawasan, baik represif berupa penindakan maupun yang sifatnya pembinaan. "Serang, khususnya di Tangerang saja atau di wilayah sangat luas dan kemudian di DKI ini juga sudah diperketat produsen obat ilegal lari ke sini. Disinyalir juga karena harga sewa murah sehingga mereka memproduksi di sini," katanya.
BPOM Serang telah membongkar pabrik yang memproduksi obat tradisional ilegal di Desa Cilongok, Kabupaten Tangerang, beberapa hari lalu dengan nilai ekonomi Rp 11,4 miliar. Pihaknya ke depan bakal melakukan inovasi dalam meminimalisasi peredaran obat ilegal.
Sementara itu, anggota Fraksi PKB DPR Hj Siti Masrifah berupaya memperjuangkan penguatan BPOM dengan mendorong percepatan lahirnya undang undang yang mengatur obat dan makanan. "Komisi IX terus mengusulkan UU tersebut segera masuk Proglenas, kira tidak lagi menghendaki ada produsen jahat yang membuat obat-obatan palsu yang jelas bahaya untuk masyarakat," kata Siti.