REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesan dari Adi Sasono terasa begitu dalam, baik dalam dimensi sosial maupun dalam nuansa keagamaan. Setidaknya itulah yang dirasakan putra kedua Adi Sasono, Aji Erlangga.
''Jangan pernah mendustakan agama, menghardik anak yatim, dan tidak membantu fakir miskin. Hidup itu jangan hanya mengejar materi dan kenikmatan,'' kata Aji kepada Republika.co.id, Ahad (14/8).
Di mata Aji, pesan itu bukan hanya slogan kosong semata. Di sepanjang hidupnya, Adi Sasono meletakkan pesannya itu di tataran praktek dengan terus berjuang mengembangkan ide-ide ekonomi kerakyatan dan membantu pemberdayaan UKM serta Koperasi.
Itu jadi pembuktian Adi Sasono untuk terus mengabdikan diri ke masyarakat, terutama pemberdayaan ekonomi rakyat lewat Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Koperasi. ''Karena itu gerakan beliau selalu gerakan kerakyatan,'' ujar Aji.
Pesan itu termasuk untuk bisa melepaskan diri sepenuhnya dari embel-embel politik, ideologi, dan suku bangsa. Sang ayah, ujar Aji, selalu berkata dan berharap kepada anak-anaknya agar hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
''Harus punya cita-cita kerakyatan, kemanusiaan, dan kebangsaan yang lepas dari sekat politik, ideologi, dan suku bangsa. Dan dalam hidup itu harus punya nilai,'' kenang Aji soal petuah sang ayah.
Dimensi sosial memang begitu kental dalam pesan Adi kepada anak-anaknya. Perjuangan ekonomi yang bersifat partisipatif menjadi fokus utama Adi Sasono. Mantan Menteri Koperasi dan UKM itu pun secara tegas menolak adanya pemusatan kekayaan di segelintir orang.
Dengan kemampuan dan pemahaman yang dimiliki masyarakat kelas bawah untuk bisa mandiri secara ekonomi, diharapkan pemerataan dan distribusi kekayaan dapat tercipta di tengah-tengah masyarakat. ''Tetap konsisten untuk perjuangan ekonomi yang sifatnya partisipasi, tidak memusatkan kekayaan pada orang-orang itu saja. Itu pesan yang selalu diulang oleh beliau,'' kata Aji.
Memiliki riwayat sakit kanker dan liver, Adi Sasono menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Mayapada, Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Sabtu (13/8), kemarin. Mantan Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu kemudian dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pada Ahad (14/8).
Aji menuturkan, kesehatan sang ayah terus memburuk dalam sepekan terakhir. Puncaknya saat Adi harus dirujuk ke RS Mayapada pada Rabu (10/8). Kondisi Adi pun terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia pada akhir pekan lalu. Padahal, sebulan sebelumnya, Aji masih menemani sang ayah untuk menghadiri sebuah kegiatan di Malang, Jawa Timur, dan di sejumlah tempat di Jawa Barat, yaitu di Hambalang dan Jonggol.
Kegiatan itu berkisar soal pemberdayaan ekonomi rakyat, terutama masyarakat pertanian di kawasan-kawasan tersebut. ''Kami membuat program-program di bawah, pemberdayaan petani, dan bantu-bantu petani di sana,'' katanya.
Namun, di akhir hayatnya yang menginjak usia 73 tahun, Adi Sasono ternyata masih menyimpan mimpi besar. Mimpi itu pun tidak terlepas dari pemberdayaan ekonomi kerakyatan, UKM, dan entrepreneurship. Komisaris Utama PT Republika Media Mandiri itu ingin membangun sebuah Center of Excellence. Sebuah tempat yang dapat memberikan fasilitas pelatihan dan pembelajaran soal teknik-teknik pertanian dan peternakan.
Center of excellence itu sifatnya gratis dan semua orang bisa memiliki akses untuk belajar soal pertanian dan peternakan di tempat itu. ''Jadi nanti orang-orang bisa belajar di sana secara gratis. Itu yang pengen beliau bikin,'' ujar Aji.
Sayangnya, mimpi pembangunan Center of Excellence itu belum sepenuhnya terwujud. Kendati demikian, Aji memastikan, mimpi sang ayah itu tidak akan menjadi mimpi yang hilang begitu saja. Mimpi yang tertinggal dari Adi Sasono itu akan coba dirintis oleh Aji. Putra kedua Adi Sasono itu memang aktif membantu sang ayah di yayasan COOP Indonesia Foundation. Sebuah yayasan yang didirikan Adi Sasono untuk mendorong upaya membangun ketahanan nasional dengan menegakkan kedaulatan ekonomi rakyat.
''Itu mimpi beliau yang belum kesampaian, dan kami juga lagi rintis. Jadi semua orang bisa belajar farming ke situ,'' ujar Aji.
Akhirnya, buat Aji, yang terpenting adalah hidup bukan untuk sekedar mengejar materi dan kenikmatan, tapi bagaimana berupaya mendedikasikan hidup agar bisa membantu orang lain. Hal ini sejalan dengan pesan sang ayah.