REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh rumah sakit dan klinik provider hemodialisa (cuci darah).
Pernyataan itu disampaikan Ketua KPCDI, Tony Samosir, menanggapi maraknya keluhan pasien cuci darah yang mendapat pelayanan kesehatan di bawah standar.
''Para pasien cuci darah itu menggunakan jaminan BPJS, dan mendapat pelayanan cuci darah jauh dari standar yang ditetapkan BPJS,'' kata Tony di Jakarta, Ahad (14/8).
Tony menyatakan saat ini banyak rumah sakit atau klinik hemodialisa yang masih membebankan biaya kepada pasien atau menurunkan standar mutu pelayanan. Padahal, menurutnya, BPJS sudah mengatur standar pelayanan sesuai dengan tipe masing-masing penyelenggara hemodialisa.
''Kami menemukan fakta banyak penyelenggara layanan cuci darah yang melakukan reuse (penggunaan berulang) tabung dializer lebih dari delapan kali bahkan ada yang sampai 25 kali. Tentu saja akan mengurangi kualitas hemodialisa si pasien,'' ujar pasien gagal yang baru 4 bulan ini menjalani cangkok ginjal ini.
Tony mengatakan, sebagai tindak lanjut atas temuan tersebut, KPCDI sudah berkirim surat ke Direktur BPJS Kesehatan untuk mengambil langkah-langkah lebih lanjut. ''KPCDI mendesak BPJS Kesehatan agar bertindak dan meyelesaikan persoalan ini,'' ujar Tony.