REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Suara umat Islam, khususnya di Indonesia, saat ini dinilai sudah luluh lantak karena demokrasi liberal. Karena itu, Muflich Chalif Ibrahim, Presiden LT Syarikat Islam Indonesia (SII), mengajak umat Islam hijrah agar Indonesia menjadi negeri yang lebih baik.
"Hijrah yang dimaksud adalah hijrah dari demokrasi liberal menjadi syuro. Sebab demokrasi liberal meluluhlantakkan suara umat Islam untuk menentukan pemimpin yang amanah," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Ahad (14/8).
Dikatakan Muflich perekonomian di Indonesia khususnya memerlukan gerakan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan. Hal tersebut dikarenakan, agar rakyat kecil dapat merasakan.
"Yang kedua adalah hijrah ekonomi di mana umat Islam menjadi mayoritas pemimpin gerakan ekonomi yang berbasis kerakyatan" ujarnya.
Selain itu, kata Muflich, hijrah yang terakhir yakni mengenai kebudayaan yang berlandaskan tauhid. "Yang ketiga adalah yang terpenting, yaitu hijrah kebudayaan dengan pendidikan berlandaskan tauhid sebagai kata kunci," ucap dia.
Sebelumnya ribuan kader dan simpatisan dari SII dari seluruh wilayah di Indonesia berkumpul pada acara silaturahim dan puncak peringatan 100 Tahun Zelfbestuur National Congres Central Sarekat Islam, Ahad (14/8). Acara yang digelar di memadati GOR C-Tra, Kota Bandung, Jawa Barat itu mengangkat tema "Hijrah Untuk Negeri".
Acara ini memperingati 100 Tahun Zelfbestuur di mana Haji Omar Said Tjokroaminoto mengumandangkan Zelfbestuur atau pemerintahan sendiri di hadapan puluhan ribu peserta rapat akbar (Vergadering) pada 18 Juni 1916 di lapangan alun-alun kota Bandung.
Hari itu, merupakan acara hari kedua dari perhelatan akbar, agenda Voordracht dari HOS Tjokroaminoto, Voorsitter, Ketua CSI, Sang Raja Tanpa Mahkota, atau oleh Belanda disebut De Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tak dinobatkan), dari seluruh rangkaian delapan hari Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam atau disebut 1e Nationaal Congres Centraal Sarekat Islam, mulai 17-24 Juni 1916. HOS Tjokroaminoto, salah satu tokoh nasional muda saat itu yang berani mengumandangkan kata magis “Kebangsaan (Natie)” dan “Zelfbestuur (pemerintahan sendiri)”, sebagai kata lain dari Kemerdekaan Nasional, pertama kali di hadapan publik.
Peringatan 100 Tahun Zelfbestuur dihadiri beberapa tokoh nasional seperti Ketua DPR RI, Ade Komarudin, sejarawan Dr Aji Dedi Mulawarman, dan para tokoh masyarakat.