REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK CITY — Penembakan terhadap imam masjid dan asistennya di Queens, New York, Amerika Serikat menjadi serangan terbesar yang diterima pemimpin Muslim lokal dalam beberapa tahun belakangan ini. Ketakutan pun sempat menjalar ke komunitas Muslim di Queens yang didominasi oleh warga keturunan Bangladesh.
Mohammad Ahmed (22 tahun), seorang pemuda yang menjaga toko ayahnya di Liberty Avenue, hanya dua blok dari lokasi penembakan tersebut, mengaku mendengar letusan tembakan yang membunuh Imam Maulama Akonjee dan Thara Uddin.
Peristiwa itu membuat Muslim di lingkungannya merasa takut. “Ini membuat semua Muslim takut,”kata dia. “Terakhir kali terjadi penembakan disini mungkin sekitar 2001,”tambah dia.
Ibrahim Hooper, Direktur Komunikasi Nasional untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), menjelaskan, kejadian tersebut merupakan kasus terbesar yang pernah menimpa pemimpin Muslim. Laporan dari CAIR dan Universitas California di Barkeley yang dirilis pada Juni menyebutkan bahwa insiden yang menargetkan masjid meningkat hingga 78 kasus pada 2015. Angka ini merupakan jumlah terbesar yang pernah didata lembaga ini sejak 2009.
Hooper menjelaskan, dia kerap mendapatkan laporan ketika kekerasan terhadap Imam terjadi seperti mendorong dan lainnya. “Sesuatu seperti itu, tapi tak ada laporan orang dibunuh,”kata dia. Untuk kasus di Queens, Hooper menjelaskan, CAIR menawarkan hadiah 10 ribu dolar AS untuk informasi yang menunjukkan kepada pelaku penembakan tersebut.
(Baca: Ini Sketsa Pembunuh Imam Masjid Queens).