REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Abdul Kalif sangat gembira ketika menyantap sayuran. Guru Bahasa Inggris di Aleppo, Suriah itu mengaku telah lama terjebak di antara perang.
"Hari ini adalah hari pertamaku memakan sayuran setelah 40 hari lamanya. Aku bisa makan tomat," ujar warga yang Kalif seperti dilansir BBC, Senin (15/8).
Kalif, satu diantara dua juta orang yang berada di Aleppo mengaku tidak pernah membayangkan bisa kembali menyantap sayuran setelah kota itu dilanda pertempuran sengit. Dalam beberapa pekan terakhir, pertempuran antara pasukan pemerintah Suriah dan pemberontak meningkat. Masing-masing berusaha untuk menguasai Aleppo secara penuh.
Lebih dari 50 orang tewas dalam satu pekan terakhir. Sebagian besar akibat serangan udara di sekitar wilayah kota.
Pernyataan dari Kalif, memberi informasi bagi dunia bagaimana kehidupan warga sipil yang terperangkap dalam pertempuran tersebut. Terdengarnya bunyi tembakan dan ledakan menjadi hal yang biasa bagi mereka.
Namun, bukan berarti tak ada ketakutan yang menghantui para warga. Menurut Kalif, mereka khawatir untuk bepergian keluar rumah, meskipun itu bertujuan membeli kebutuhan pokok. "Saya takut pergi ke pasar dan terbunuh. Tapi, saya ingat putri saya yang masih berusia enam bulan," kata Kalif.
Kalif mengatakan, meski menghadapi situasi yang sulit, hidup harus terus berjalan. Ia yang setiap harinya melihat pemandangan mencekam, yaitu pertempuran mengancam nyawa mengaku pasrah. "Setiap pagi saya bagun dan melihat apa yang terjadi. Siapa yang membunuh dan dibunuh, inilah kehidupan bagi kami yang tinggal di sini," jelas Kalif.
Dalam banyak hal, ia termasuk salah satu warga yang beruntung. Banyak dari mereka yang tinggal di Aleppo harus memasak daun dari pohon langsung sebagai sayuran untuk bertahan hidup. Selama bertahun-tahun, warga sipil yang berada di Aleppo harus menderita karena konflik. Kota itu terpecah, di mana wilayah barat dikuasai Pemerintah Suriah, sementara timur oleh pemberontak.
PBB melaporkan, sekitar 250 ribu warga tinggal di wilayah yang dikuasai pemberontak. Mereka harus mengalami kekurangan air dan listrik hampir setiap harinya.
Pada Juli, pasukan pemerintah mengadakan pengepungan di wilayah timur Aleppo. Namun, anggota pemberontak melancarkan serangan balik dan membuat daerah tersebut masih berada dalam kontrol mereka.
Akhir pekan lalu, pasukan pemberontak mengirim bom truk ke wilayah yang dikuasai pemerintah. Hal ini sebagai upaya untuk menunjukkan perlawanan, sekaligus mempertahankan wilayah kekuasaan.
Rusia, sebagai negara yang mendukung pasukan Pemerintah Suriah mengatakan tengah mempertimbangkan adanya gencatan senjata selama tiga jam per hari. Dengan demikian, bantuan kemanusiaan dengan mudah diberikan kepada para warga sipil.
Namun, PBB menilai waktu tersebut terlalu singkat. Pihaknya meminta gencatan senjata berlangsung setidaknya 48 jam dalam satu pekan.