Senin 15 Aug 2016 15:26 WIB

Pemerintah Diminta Antisipasi Kenaikan Impor Barang Konsumsi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil impor Januari-Juli 2016 mencapai 74,91 miliar dolar AS atau turun sebesar 10,85 persen dibandingkan periode sama 2015 sebesar 84,03 miliar dolar AS. Berdasarkan penggunaan barang, hanya impor barang konsumsi yang mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu.

Suryamin mengatakan, impor barang konsumsi Januari-Juli 2016 mencapai 6,88 miliar dolar AS. Nilai ini meningkat dari 6,13 miliar dollar AS pada periode yang sama 2015.

"Ini yang mesti menjadi antisipasi pemerintah pada barang konsumsi karena‎ meningkat 12,31 persen dari Januari-Juli 2016 dibandingkan periode sama 2015," kata Suryamin dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/8).

Meski demikian, Suryamin menyebut bahwa pemerintah mulai meningkatkan industri manufaktur di sektor barang konsumsi. Meski demikian bergeliatnya industri manufaktur ini masih membutuhkan waktu untuk memproduksi barang konsumsi. Harapannya dalam beberapa tahun ke depan suplai barang konsumsi bisa ditutupi oleh industri dalam negeri.

“Industri manufaktur itu kan ada istilahnya time lag atau jeda waktu. Jadi produknya diproses sekarang, output-nya baru bisa bulan depan, empat bulan depan, atau bahkan setahun lagi baru keluar. Kalau itu manufaktur besar seperti kendaraan bermotor kan butuh waktu,” kata Suryamin.

Untuk impor bahan baku penolong year on year (yoy) mengalami penurunan 12,12 persen dari 63 miliar dolar AS menjadi 55,89 miliar dolar AS. Impor barang modal juga turun 15,16 persen dari 14,3 miliar dolar AS menjadi 12,1 miliar dolar AS.

Suryamin menilai sejauh ini industri manufaktur sebenarnya masih bagus. Adanya penurunan impor bahan baku diperkirakan bukan hanya karena adanya penurunan jumlah kerja pada Juli, tetapi karena jumlah bahan baku dalam negeri yang mulai meningkat sehingga industri dalam negeri mulai mengurangi impor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement