REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Fenomena La Nina yang mewarnai musim kemarau tahun ini, membuat proses pengolahan di lahan tambak garam di Kabupaten Cirebon menjadi terhambat. Produksi garam pun dikhawatirkan menurun drastis.
Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, M Insyaf Supriadi menjelaskan, total luas lahan tambak garam di Kabupaten Cirebon mencapai 16 ribu hektare. Dari jumlah itu, areal tambak yang sudah mulai masa pengolahan lahan baru sekitar 20 hektare.
"Se-Kabupaten Cirebon ini baru satu dua orang saja yang sudah mulai pengolahan lahan," ujar Insyaf kepada Republika.co.id, Senin (15/8).
Insyaf mengatakan, hujan yang masih kerap turun hingga pertengahan Agustus 2016 membuat pengeringan lahan tambak garam menjadi sulit dilakukan. Padahal, untuk memulai proses pengolahan garam, maka lahan tambak garam harus kering terlebih dulu.
Kondisi itu diperparah dengan banjir rob yang menerjang pesisir pantai utara Jabar, termasuk areal tambak garam di Kabupaten Cirebon. Akibat kondisi itu dibutuhkan pengeringan lahan sekitar sebulan agar lahan benar-benar siap diolah untuk produksi garam.
Masa pengolahan tambak garam semestinya sudah mulai dilakukan sejak Juni. Pada Agustus, lahan tambak seharusnya sudah mulai bisa produksi.
Tak hanya menghambat pengolahan lahan garam, hujan yang masih kerap turun juga dipastikan akan menyulitkan proses produksi garam. Pasalnya, air hujan akan membuat tingkat salinitas (kadar garam terlarut air) menjadi rendah sehingga pembentukan kristalisasi garam menjadi lambat.
Insyaf menyebutkan, produksi garam di Kabupaten Cirebon rata-rata mencapai 350 ribu per tahun. Dia memperkirakan, produksi garam di Kabupaten Cirebon pada tahun ini hanya sekitar 20 persen dari total produksi per tahun.
"Pada Oktober kemungkinan sudah masuk musim hujan lagi. Jadi produksi garam akan berakhir lagi," tutur Insyaf.